Fenomena sertifikat hak milik yang tumpang tindih bukanlah hal baru dalam sistem pertanahan di Indonesia. Banyak kasus tumpang tindih yang berujung pada sengketa hukum berkepanjangan. Beberapa kasus bahkan melibatkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan besar, seperti pengembang perumahan, perusahaan besar, hingga pemerintah daerah. Ketika terjadi tumpang tindih, pemilik sertifikat yang sah sering kali harus melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan untuk mempertahankan haknya. Tidak jarang kasus seperti ini menimbulkan konflik sosial di masyarakat, terutama ketika tanah yang menjadi objek sengketa telah ditempati atau dikelola dalam jangka waktu yang lama. Dari latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, diperoleh rumusan masalah yaitu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih sertifikat hak milik dan pelaksanaan pembatalan sertifikat hak milik akibat adanya bidang tanah tumpang tindih (overlap). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumpang tindih sertifikat hak milik disebabkan oleh lemahnya sistem administrasi pertanahan, kurangnya koordinasi antarinstansi, serta minimnya pengawasan dalam pengukuran dan penerbitan sertifikat. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap prosedur pertanahan, ketidakjelasan batas fisik, dan data waris yang tidak akurat memperparah kondisi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pembatalan sertifikat dilakukan secara administratif oleh BPN melalui verifikasi data fisik dan yuridis, namun sering terhambat oleh keterbatasan data, prosedur rumit, dan sengketa hukum. Proses ini harus transparan, adil, serta mengutamakan mediasi untuk mencegah konflik lanjutan.