Dalam realitas masyarakat yang masih kental dengan corak patriarkhi, perbedaan gender seringkali melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan bagi perempuan, salah satunya adalah double burden (peran ganda). Banyak alasan perempuan yang memiliki dua peran; peran domestik dan publik. Penelitian ini berusaha menelusuri bagaimana tren pengasuhan anak dan pembagian peran perempuan dalam keluarga di Yogyakarta. Kedua, bagaimana analisis tren pengasuhan anak dan pembagian peran perempuan dalam keluarga di Yogyakarta perspektif gender. Untuk menjawab rumusan masalah, peneliti menggunakan teori fungsionalisme Talcott Parsons dengan skema AGIL; Adaptasi (Adaptation), Pencapaian (Goal), Integrasi dan Latency. Selain itu menggunakan teori double burden yang dihubungkan dengan teori efektifitas hukum. Jenis penelitian merupakan field research dengan metode kualitatif melalui pendekatan sosiologi. Data bersumber dari 23 perempuan Yogyakarta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Terdapat ketidakadilan gender (dalam bentuk stereotipe, subordinasi, maupun beban ganda) dalam tren pengasuhan anak dan tren pembagian peran dalam rumah tangga di Yogyakarta. Pada kalangan aktifis perempuan terjadi subordiansi atau penomorduaan. Dalam golongan akademis dan buruh pembagian peran membuat kaum perempuan bekerja lebih keras dan memeras keringat jauh lebih keras (beban ganda). Penyebab ketidakadilan tersebut adalah adanya budaya (culture) dan substansi pemahaman agama dalam masyarakat.