Penelitian ini membahas kewajiban pemilik lahan terhadap penyewa dalam masalah hak sewa tanah yang tidak tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Latar belakang penelitian ini berangkat dari fakta bahwa banyak perjanjian sewa tanah di Indonesia dilakukan secara informal tanpa pendaftaran resmi, yang berdampak pada ketidakpastian hukum dan kurangnya perlindungan bagi penyewa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk tanggung jawab pemilik lahan, posisi hukum penyewa tanah dalam sudut pandang hukum agraria, serta prosedur penyelesaian sengketa yang dapat diambil jika terjadi konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan studi kasus. Sumber hukum primer terdiri dari UUPA, KUH Perdata, dan peraturan mengenai pendaftaran tanah, sedangkan sumber hukum sekunder meliputi literatur, jurnal, serta pendapat para ahli. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan menghubungkan norma hukum dan praktik di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilik tanah tetap bertanggung jawab penuh terhadap penyewa berdasarkan asas pacta sunt servanda meskipun perjanjian tidak terdaftar. Namun, kedudukan hukum penyewa menjadi sangat lemah karena hak sewanya tidak memperoleh perlindungan terhadap pihak ketiga akibat tidak adanya asas publisitas. Penyelesaian konflik dapat dilakukan baik melalui cara non-yudisial seperti mediasi ataupun melalui proses hukum dengan mengajukan gugatan wanprestasi di pengadilan. Dalam penelitian ini ditekankan bahwa perlu adanya perubahan aturan agar pendaftaran perjanjian sewa tanah menjadi suatu kewajiban hukum, bukan sekadar opsi, serta betapa pentingnya penyuluhan hukum kepada masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi dalam memberikan rekomendasi untuk memperkuat perlindungan hukum penyewa dalam sistem agraria Indonesia.