Permasalahan Papua Barat akan dibicarakan satu tahun kemudian, demikian penjelasan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) antara perwakilan Indonesia dan Belanda. Namun setelah setahun kemudian, Belanda ingkar janji untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia. Belanda tetap berkeras menginginkan wilayah Papua Barat itu sebagai hak miliknya dan meningkatkan kekuatan militernya di Papua. Merespon hal tersebut dalam upaya merebut Papua Barat, mula-mula Indonesia melakukan upaya damai, yakni melalui upaya diplomasi bilateral Uni Indonesia-Belanda, diplomasi trilateral dan selanjutnya upaya diplomasi menggunakan organisasi Asia Afrika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun demikian upaya-upaya diplomasi menemui kebuntuan, sehingga terpaksa pilihan lain dari diplomasi yaitu berperang di tempuh Indonesia. Indonesia kemudian memperkuat militer, terutama Angkatan laut dan Angkatan Udara. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau konfrontasi militer perebutan Irian barat dalam perspektif strategi perang semesta dihubungkan kebutuhan pembangunan militer Indonesia sehingga mampu memberikan Efek pengetar “Deterrent Effecs” bagi musuh. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif fenomenology, dengan menggunakan sumber data dari beberapa Buku dan jurnal yang ada. Hasil penelitian dari tinjauan perebutan Papua Barat, maka Indonesia sangat membutuhkan kekuatan militer yang besar dan tangguh untuk menjaga kedaulatan, menjaga kekayaan alam dan mewujudkan kepentingan-kepetingan nasionalnya. Tanpa adanya aura penggetar “Deterrent Effect” dari kekuatan militer, maka Indonesia akan dianggap sebelah mata di dalam kancah pergaulan internasional.
Copyrights © 2021