Interpretasi terhadap model Pekabaran Injil (PI) berdasarkan perintah amanat agung Tuhan Yesus dalam Injil Matius 28 : 18-20 untuk memuridkan, sering mengalami perdebatan ketika diperhadapkan kepada konteks masyarakat plural (majemuk) seperti di Indonesia. Apakah perintah memuridkan itu sama dengan mengkristenkan, ketika amanat agung itu diinterpretasikan secara sempit, maka bisa berakibat menimbulkan rantai masalah dalam interaksi dengan agamaagama lain, apalagi berjumpa dengan agama lain yang mayoritas di Indonesia. Karena itu melakukan dialektika komparatif pesan amanat agung Tuhan Yesus dengan metode penginjilan yang dilakukan jemaat mula-mula dalam Kisah Rasul 2 : 41-47 sangat menolong gereja dalam melakukan PI dalam masyarakat plural. Masalah itulah yang dianalisis dalam artikel ini. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk memberikan gagasan moderat dan solutif terhadap pergumulan gereja-gereja dalam melakukan PI dalam masyarakat yang plural dengan mendialogkan pesan dari Injil Matius 28 : 18-20 dan Kisah Rasul 2 : 41-47. Metode yang digunakan yaitu menekankan kepada kemampuan mendeskripsikan fenomena yang ada, kemudian menganalisanya dengan pendekatan sosiologis teologi kontekstual berdasarkan berbagai gagasan teolog yang konsern dengan masalah pekabaran Injil dalam perjumpaannya dengan masyarakat plural di Indonesia. Dalam konteks agama-agama di Indonesia, umat Kristen harus berani melakukan revitalisasi paradigma PI. Karena itu PI tidak lagi dipahami secara verbal saja, tetapi harus dalam makna yang luas, yaitu; aksi kemanusiaan (pelayanan social) kepada orang miskin, masyarakat marginal dan keteladanan spiritual dls. Hal-hal demikian merupakan pesan hakiki dari Kisah Rasul 2 : 47, lalu memunculkan kesadaran yang tulus (gerakan hati tanpa paksaan) orang lain melihat kualitas perbuatan, kualitas spiritual dan kualitas moral orang Kristen, juga tanpa dipengaruhi siapapun, namun orang itu sendiri yang mau menjadi Kristen. Gereja harus melakukan ini, jika mau tetap setia dalam tugas panggilannya di dunia ini, termasuk di tengah ketegangan sosial bernuansa SARA yang semakin memuncak dewasa ini.
Copyrights © 2016