Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

A STUDY OF SPEAKING COMMON UNIVERSITY LEARNER BARRIERS IN INDONESIAN CONTEXT Sampelolo, Rigel; Tandikombong, Matius; Pongsapan, Nehru Pasoloran; Lura, Hans
KLASIKAL : JOURNAL OF EDUCATION, LANGUAGE TEACHING AND SCIENCE Vol 3 No 3 (2021): Klasikal: Journal of Education, Language Teaching and Science
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52208/klasikal.v3i3.131

Abstract

Learning foreign languages for worldwide communication has become increasingly important for university students as the desire for global integration has grown. As a result, English as a second language should become a required course at the university level. However, achieving their speaking competency level in this situation is difficult for English learners. Due to specific limitations in English speaking barriers, this research was conducted to find out the learners' barriers to speaking English. This research applied a descriptive qualitative method in analyzing the data collected. The subjects of this research were the sixth-semester learners from five different study programs at the Christian University of Indonesia (UKI) Toraja (UKI Toraja). The researchers used a snowball sampling technique and elected 20 students as participants. To collect the data, the researchers used semi-structured interviews. The result of the data analysis showed that the sixth-semester learners found barriers in speaking English. Those barriers are: 1) psychological barriers (anxiety, shyness, nervousness, lack of confidence, fear of making mistakes), and 2) linguistic barriers (lack of vocabulary, lack of grammar
Pluralisme dan Integrasi Sosial: Analisis Sosiokultural Tentang Ma’kombongan Kalua’ Dalam Masyarakat Toraja Sebagai Model Integrasi Sosial Dalam Konteks Masyarakat Plural HANS LURA; AGUSTINUS KARURUKAN SAMPEASANG
KINAA: Jurnal Teologi Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.731 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v3i1.470

Abstract

Plural society is a social fact, it is a necessity that cannot be avoided. Meaning that human entities are diverse such as ethnicity, religion, race, class, culture and so on but plurality actually makes human life beautiful and dynamic like a rainbow. With the existence of color variants in an integrative spirit that gives extraordinary beauty, comfort, admiration and inspiration. Each color is not mutually negating, but the nature of each color remains and contributes to an integrative rainbow color circuit system. Plural society life like rainbow. Each tribal, religious, racial and class entity must be respected and appreciated for its existence no matter how small the entity must be respected and valued in the spirit of social integrity. This model of social integrity that provides comfort, beauty and harmony for every existing social entity.The pluralist social integrity model must be able to be managed fairly and well so that the existing conflict can be managed constructively and dynamically for the progress of civilization in society. This integrity model can be realized if there is a spirit of recognition, acceptance, and respect so that all social entities must contribute to the movement of reconciliation, cooperation, tolerance and respect for others. in order to realize this purpose, the Writer conduct research on culture of “Ma’kombongan kalua” in the Toraja society.
Pekabaran Injil Dalam Masyarakat Plural: Analisis Sosiologis–Teologis Kritis Terhadap Matius 28 : 18 – 20 dan Kisah Rasul 2 : 47 Dan Implikasinya Terhadap Pekabaran Injil di Indonesia HANS LURA
KINAA: Jurnal Teologi Vol 1 No 2 (2016)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (951.424 KB)

Abstract

Dalam Injil Matius 28 : 18 – 20 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Perkataan Yesus ini, sering dipahami oleh gereja (umat Kristen) sebagai “amanat agung” (perintah mulia) untuk mengkristenkan dunia (semua manusia). Tidak heran, jika pada waktu lalu ada istilah “extra ecclesiam nulla salus" ("di luar Gereja tidak ada keselamatan") dinyatakan oleh St. Siprianus dalam Konsili Lateran IV (thn 802). Istilah itu muncul sebagai kristalisasi semangat gereja memahami Mat 28 : 18 – 20. Karena itulah, dalam beberapa abad lamanya, di bawa kendali Barat, agama Kristen menjadi agama yang sangat ekspansif dan sangat bernafsu dalam melakukan pekabaran injil ke seluruh dunia, gereja terlalu bernafsu mengkristenkan dunia.
Urgensi Hermeneutik Poskolonial HANS LURA
KINAA: Jurnal Teologi Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.857 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v2i2.866

Abstract

Dalam bidang teologi, poskolonialisme juga digunakan sebagai instrumen untuk merefleksikan tema-tema teologis, baik dalam studi biblis, teologi sistematis, maupun teologi praksis. Para teolog mulai merintis “postcolonial theology” poskolonialisme memberikan sumbangan tersendiri bagi studi teologi. Contoh, Cathrine Keller dalam pengantar karyanya, Postcolonial Theologies, mengatakan: Teologi Poskolonial membumikan teologi sebagai disiplin ilmu yang “terlibat”, sekaligus memperjelas keyakinan bahwa agama dan teologi mempunyai peran dan kekuatan penting bagi proses transformasi sosial.
Gender Structure Dalam Efesus 5:22-23, 1 Korintus 14:34-35 dan Perjumpaannya Dengan Budaya Toraja HANS LURA
KINAA: Jurnal Teologi Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (856.112 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v2i1.867

Abstract

Issue gender structure selalu menarik dibicarakan. Menarik, karena gender structure merupakan fakta yang dilegitmasi oleh sosial budaya, politik, seks dan ekonomi, tetapi juga dilegitimasi oleh teks-teks kitab suci, misalnya di dalam Alkitab Efesus 5:22-23 dan I Korintus 14:34-35. Menurut para aktivis gerakan feminis, dalam gender structure, kaum perempuanlah yang selalu menjadi korban penindasan dan eksploitasi oleh kaum laki-laki. Dalam kondisi seperti itu, aktifs gerakan feminis bukan cuma menggambarkan jeritan perempuan, tetapi juga menunjukkan sangat besar kerinduan perempuan selalu diberi perhatian. Gender structure bukanlah masalah tunggal – murni gender, melainkan masalah yang complicated, interconnecting system, interdisiplin ilmu pengetahuan. Hal inilah yang semakin membuat diskusi masalah gender structure semakin seksi dan menarik. Tidak heran ada banyak ahli dari berbagai bidang studi ilmu pengetahuan mengajukan gagasan wacana keadilan gender.
Pekabaran Injil dalam Masyarakat Plural Hans Lura
KINAA: Jurnal Teologi Vol 1 No 1 (2016)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (403.695 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v1i1.1041

Abstract

Interpretasi terhadap model Pekabaran Injil (PI) berdasarkan perintah amanat agung Tuhan Yesus dalam Injil Matius 28 : 18-20 untuk memuridkan, sering mengalami perdebatan ketika diperhadapkan kepada konteks masyarakat plural (majemuk) seperti di Indonesia. Apakah perintah memuridkan itu sama dengan mengkristenkan, ketika amanat agung itu diinterpretasikan secara sempit, maka bisa berakibat menimbulkan rantai masalah dalam interaksi dengan agamaagama lain, apalagi berjumpa dengan agama lain yang mayoritas di Indonesia. Karena itu melakukan dialektika komparatif pesan amanat agung Tuhan Yesus dengan metode penginjilan yang dilakukan jemaat mula-mula dalam Kisah Rasul 2 : 41-47 sangat menolong gereja dalam melakukan PI dalam masyarakat plural. Masalah itulah yang dianalisis dalam artikel ini. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk memberikan gagasan moderat dan solutif terhadap pergumulan gereja-gereja dalam melakukan PI dalam masyarakat yang plural dengan mendialogkan pesan dari Injil Matius 28 : 18-20 dan Kisah Rasul 2 : 41-47. Metode yang digunakan yaitu menekankan kepada kemampuan mendeskripsikan fenomena yang ada, kemudian menganalisanya dengan pendekatan sosiologis teologi kontekstual berdasarkan berbagai gagasan teolog yang konsern dengan masalah pekabaran Injil dalam perjumpaannya dengan masyarakat plural di Indonesia. Dalam konteks agama-agama di Indonesia, umat Kristen harus berani melakukan revitalisasi paradigma PI. Karena itu PI tidak lagi dipahami secara verbal saja, tetapi harus dalam makna yang luas, yaitu; aksi kemanusiaan (pelayanan social) kepada orang miskin, masyarakat marginal dan keteladanan spiritual dls. Hal-hal demikian merupakan pesan hakiki dari Kisah Rasul 2 : 47, lalu memunculkan kesadaran yang tulus (gerakan hati tanpa paksaan) orang lain melihat kualitas perbuatan, kualitas spiritual dan kualitas moral orang Kristen, juga tanpa dipengaruhi siapapun, namun orang itu sendiri yang mau menjadi Kristen. Gereja harus melakukan ini, jika mau tetap setia dalam tugas panggilannya di dunia ini, termasuk di tengah ketegangan sosial bernuansa SARA yang semakin memuncak dewasa ini.
Urgensi Hermeneutik Poskolonial: Meneropong Gender Structure Dalam Budaya Indonesia Hans Lura
KINAA: Jurnal Teologi Vol 1 No 2 (2016)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.704 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v1i2.1042

Abstract

Pergumulan yang amat penting dalam berbagai pendekatan studi teologi yaitu menginterpretasikan makna sesunggauhnya teks-teks biblis, lalu mentransformasikan makna tersebut dalam setiap konteks yang berbeda. Sehingga pesan teks-teks biblis itu selalu hidup di dalam setiap konteks yang berbeda. Gagasan demikian merupakan tantangan bagi setiap teolog dalam melakukan studi teologi. Karena itulah para teolog telah memanfaatkan poskolonialisme sebagai instrumen kerja ilmiah bagi disiplin ilmu mereka. Teologi Poskolonial membumikan teologi sebagai disiplin ilmu yang “terlibat”, sekaligus memperjelas keyakinan bahwa agama dan teologi mempunyai peran dan kekuatan penting bagi proses transformasi social. Karena itulah dianggap sangat urgen melakukan pengembangan hermeneutik poskolonial. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk menegaskan kepada publik bahwa analisis dan pendekatan hermeneutik poskolonial merupakan alternative kebutuhan yang sangat moderat dalam memahami teks-teks biblis dalam setiap konteks yang dijumpainya. Metode yang digunakan yaitu menekankan kepada kemampuan mendeskripsikan fenomena yang ada, kemudian menganalisanya berdasarkan berbagai gagasan teolog yang konsern dengan pendekatan hermeneutik poskolonial. hasil penelitian ini yaitu Kurang maksimalnya interpretasi biblis selama ini karena kesalahan metode pendekatan dalam melakukan interpretasi, akibatnya interpretasi yang dihasilkan bisa menjadi kolonisasi baru. Karena itulah hermeneutik poskolonial memerdekakan kita dalam melakukan interpretasi dan memberikan suguhan analisis yang sangat kritis terhadap berbagai persoalan yang sangat complicated. Gender structure dalam masyarakat bukanlah merupakan masalah yang murni masalah gender, tetapi interconnecting dengan masalah ekonomi, politik, agama, budaya, kerja, psikologi dan sebagainya. Kolonisasi terjadi bukan hanya karena kekuatan politik, tetapi juga karena dominasi dan hegemoni ekonomi, agama, budaya, rasial, gender dan sebaginya. Ini menunjukkan fenomena global impair dan di dalamnya kita hidup.
Nasionalisme dan Primodialisme: Pergumulan Menjadi Indonesia di Tengah Pluralitas Bangsa Hans Lura
KINAA: Jurnal Teologi Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.742 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v2i2.1044

Abstract

Semua orang Indonesia melekat di dalam dirinya dua identitas, yaitu: identitas primordial dan identitas nasional. Identitas primordial adalah jiti diri yang pertama-tama melekat pada diri setiap manusia Indonesia, yaitu jati diri ke-suku-annya: Jawa, Ambon, Manado, Sumatra, Daya, Toraja dsb, jati diri suku-bangsa Cina, Arab, Melayu dsb. Kita lahir dalam kondisi jati diri yang demikian. Jati diri primordial juga menyangkut ”agama impor”, yaitu Kristen, Islam, Budha, Hindu, Konghucu dsb. Identitas nasonal, yaitu jati diri yang berhubungan dengan keputusan sadar kita untuk menjadi bangsa Indonesia. Kesepakatan dan keputusan secara sadar untuk menyatukan identitas primordial menlahirkan identitas baru yaitu identitas nasional. Identitas primordial itu sangat pluralis, identitas nasional itu monopluralis. Itulah keunikan menjadi bangsa Indonesia. Konsekuensinya di level interaksi sosial, politik dan ekonomi seringkali menimbulkan ketegangan atau turbulensi yang kuat. Karena itu masalah ini perlu dikelolah agar tidak berujung kepada konflik disintegrasi bangsa. Tetapi diharapkan pluralisme ini harus dilihat sebagai potensi dan peluang yang harus dikelolah dalam frame dialog yang kontruktif dan produktif. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendialogkan potensi yang ada dalam identitas primordial dan identitas nasional menjadi energi produktif membangun wawasan pluralisme bangsa Indonesia. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif library research. Metode ini menekankan kepada kemampuan mendeskripsikan fenomena yang ada, kemudian menganalisanya berdasarkan pandangan para ahli. Hasil penelitian ini yaitu tercapainya konsensus idiologi bersama sebagai bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila yang membuat relasi harmoni antara identitas primordial dan identitas nasional. Ini merupakan general will dari seluruh elemen anak bangsa. Idiologi pancasila harus dibela karena lahir dari konsensus sakral para founding fathers and mothers bangsa dikukuhkan dengan pengorbanan darah (jiwa-raga) para founding fathers and mothers, serta melalui legitimasi persidangan lembaga-lembaga negara yang dihadiri oleh representasi agama, etnis, pulau, suku-bangsa, golongan dll yang ada di Indonesia.
Nasionalisme Indonesia dalam Pusaran Globalisasi Hans Lura
KINAA: Jurnal Teologi Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.472 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v3i1.1045

Abstract

Turbulensi perjumpaan nilai-nilai nasionalisme bangsa Indonesia dengan nilai-nilai globalisasi menjadi suatu keniscayaan. Suka atau tidak suka turbulensi itu akan selalu terjadi sebagai konsekuensi dari laju arus ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya dibidang informasi digital. Derasnya system informasi digita itu menyingkap banyak fakta adanya kesenjangan yang bersifat struktural dalam masyarakat. Kesenjangan itu mencuat tidak saja dengan hadir dan diintrodusirnya nilai-nilai budaya Barat dalam pola pikir dan tingkah laku, tetapi juga sekaligus diperuncing oleh ketidaksiapan dan ketidakmatangan budaya domestik, untuk merangkul dan memberi inspirasi terhadap apa yang disebut kemajuan dalam kemodernan pusaran globalisasi. Di satu sisi nilai-nilai Barat yang hendak dikembangkan di Indonesia ternyata tidak mendapat dukungan yang kokoh dari struktur sosial, ekonomi, maupun politik. Tetapi di sisi lain, banyak contoh dan kasus yang menunjukkan bahwa situasi ekonomi, sosial, politik ini tidak bisa disimpulkan sepenuhnya bersandar pada nilai asli domestik, kendati usaha-usaha ke arah itu dirasakan sangat gencar dalam praktik pembangunan. Karena itu, pertanyaan yang perlu dianalisis yaitu: Bagaimana membangun nasionalisme Indonesia dalam pusaran globalisasi? Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membangun kapasitas identitas nasionalisme agar punya daya protektif untuk bersaing secara produktif ditengah derasnya arusglobalisasi. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif library research. Metode ini menekankan kepada kemampuan mendeskripsikan fenomena yang ada, kemudian menganalisanya berdasarkan pandangan para ahli. Hasil yang dicapai dalam penulisan artikel ini yaitu membina dan mempertahankan nasionalisme bangsa Indonesia, sebagai persyaratan utama untuk kesiapan dan dan kegigihan serta fleksibilitas dalam mengelaborasikan bentuk-bentuk nasionalisme yang lebih relevan dengan tantangan zaman agar dapat survive dalam arus globalisasi.
Konsep Keadilan dalam Pancasila: Analisis Reflektif Terhadap Pemikiran Thobias A. Messakh Hans Lura
KINAA: Jurnal Teologi Vol 3 No 2 (2018)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.209 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v3i2.1046

Abstract

Semua manusia tentulah mau mengalami dan merasakan keadilan, baik secara individu maupun secara kolektif. Begitupun selaku satu komunitas bangsa dan Negara. Acauan konsep keadilan menjadi sangat penting disepakati dan menjadi konsensus bersama dalam komunitas bangsa (nation state). Nilai-nilai keadilan yang menjadi konsensus bersama itu menjadi perekat sosial, tetapi juga menjadi energi dan roh hidup bersama. Itulah sebabnya konsep keadilan itu harus lahir dalam konteks pergumulan sejarah bangsa. Pancasila sebagai idiologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun mengandung nilai-nilai konsep keadilan bagi rakyat Indonesia. Konsep keadilan dalam Pancasila itu merupakan kristalisasi dari realitas sosial yang majemuk baik secara suku, agama, ras dan golonga (SARA). Karena itulah konsep keadilan dalam Pancasila itupun memerlukan acuan tafsir bersama agar tidak mengalami dominasi oleh kelompok tertentu terhadap yang lain. Pemikiran Messakh dalam buku: “konsep keadilan dalam Pancasila” bisa menjadi salah satu acuan referensi untuk menganalisis kandungan konsep keadilan dalam Pancasila. Tujuan penulisan artikel ini yaitu mereaktualisasi pemikiran Messakh yang mengangkat empat pilar utama gagasan yakni, persatuan, kebebasan, kesederajatan, dan kekeluargaan untuk menata pembangunan bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif library research. Metode ini menekankan kepada kemampuan mendeskripsikan fenomena yang ada, kemudian menganalisanya dalam dialektikan pandangan para ahli dan gagasan Messakh. Kesimpulan yang didapat dalam uraian artikel ini yaitu keadilan yang diperjuangkan bangsa Indonesia tidak terbatas pada gerakan memerdekakan diri sebagai Indonesia (nation state). Tetapi juga perjuangan dalam rangka membangun dan mengisi kemerdekaan bangsa dengan adil dan merata dengan mengapresiasi martabat kemanusiaan yang sederajat. Karena itu Pancasila sebagai ideologi bangsa menjamin hak-hak warga negara, mengatur relasi yang benar antar individu dalam suatu masyarakat, dan relasi yang benar adalah relasi yang adil.