Penelitian ini membahas salam hormat yang disampaikan oleh komunitas bima dengan menggunakan dialek Rato untuk menyapa orang lain. Secara khusus, alamat kehormatan digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua dengan menggunakan nama tertentu yang menurut budaya setempat menunjukkan respocet dan kehormatan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berakar pada sosiolinguistik sebagai landasan pemahaman perspektif sosial budaya. Lokasi penelitian adalah Desa Rato, kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Sejumlah masyarakat sekitar yang terdiri dari 2 orang menjadi informan penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Bima mempersepsikan sapaan yang tertanam secara sosial dalam budaya untuk mengangkat kehormatan kepada sesama, orang tua, teman dan yang lebih muda. Sistem budaya dalam tradisi Bima menggunakan modifikasi penamaan diri untuk mengedepankan rasa hormat dan penghormatan. Sistem sapaan secara sosial mengekspresikan kesopanan dan nilai-nilai agama yang bersumber dari ajaran islam. Desa Rato, kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, merupakan suatu daerah yang sangat menarik untuk dibicarakan. Karena sebagian masyarakatnya yang masih memiliki nama panggilan sapaan penghormatan yang secara turun temurun berdasarkan aspek keturunannya, nama-nama sapaan sebagai sapaan penghormatan kepada orang yang dituakan yang dianggap tinggi di desa Rato tersebut adalah sapaan Muma dan Dae, yang memiliki gelar bangsawan yang berdasarkan pada garis keturunan keluarganya. Keberadaan bangsawan ini juga dianggap oleh masyarakat yang memiliki sikap sopan santun, tata-krama, kewibawaan, memiliki sikap toleransi dan bertanggung jawab. Golongan Muma dan Dae di daerah Rato ini , khususnya di pedesaan masih berpengaruh terutama di lingkungan keluarga mereka. Teori interaksionisme simbolik Herbert Blumer berparadigma interpretatif, untuk itu peneliti ini menggunakan interpretatif dengan asumsi bahwa keturunan bangsawan masih terpolarisasi berdasarkan simbol-simbol status bangsawan. Metodelogi yang digunakan adalah kualitatif dengan tipe penelitian diskriptif. Hasilnya ditemukan bahwa semua keturunan bangsawan tidak terpolarisasi berdasarkan kesenjangan ekonomi melainkan sebagian besar keturunan bangsawan terpolarisasi berdasarkan aspek keturunan, simbol status dan sosial. Dimana keturunan bangsawan ini menimbulkan kesadaran diri pada bangsawan dalam memberikan prestise pada setiap tindakan atau perilaku bangsawan, menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan menghormati setiap keturunan bangsawan baik yang muda maupun yang tua. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi secara gografis penamaan diri masyarakat Bima sebagai sapaan hormat kepada orang yang dituakan, dan mengungkapkan bentuk-bentuk kata sapaan Bima yang ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) kata sapaan hormat menurut jenis kelamin. Misalnya, anak laki-laki disapa “ana mone” (anak laki); anak perempuan disapa “ana siwe” (anak perempuan); 2) kata sapaan menurut usia. Misalnya, kakek disapa “ompu” (kakek). Penamaan diri sebagai sapaan hormat kepada orang yang dituakan ini menunjukkan adanya beberapa Faktor yang mempengaruhi fungsi penamaan diri Masyarakat Bima, khususnya Desa Rato kecamatan Bolo adalah sebagai bentuk tata krama, sopan santun, saling menghormati dan menghargai ketika masyarakat berinteraksi antara satu sama lain.
Copyrights © 2021