Pasca reformasi 1998 terjadi pergeseran formulasi kekuasaan Negara baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah dalam rangka akselarasi pembangunan di daerah melalui desentralisasi kekuasaan Negara. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah merupakan cikal bakal daerah diberikan kewenangan yang nyata, luas dan bertanggung jawab untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri (pemerintahan) walaupun ada beberapa kewenangan yang tetap menjadi urusan pemerintahan pusat. Pemberian otonomi kepada daerah berdampak langsung pada perubahan kebijakan sistem pemerintahan di daerah tidak terkecuali di tingkat desa mengalami perubahan sebagai dampak ikutan dari beberapa kali perubahan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah mulai dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 perubahan kedua dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibentuk bertujuan untuk mendorong terciptanya kemitraan yang harmonis antara kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa dan BPD sebagai wakil-wakil rakyat desa yang diformulasikan sebagai lembaga legislatif di tingkat desa. BPD difungsikan untuk mengontrol kekuasaan eksekutif di desa, yang selama ini didominasi oleh kepala desa, sekarang fungsi kontrol atas kekuasaan eksekutif desa dijalankan oleh Badan Permusyaratan Desa (BPD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana 1. Proses Pengisian Keanggotaan Badan Permusyaratan Desa (BPD) menurut peraturan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016, 2. Apakah pengisian keanggotaan Badan Permusyawaran Desa (BPD) Desa Punti sudah sesuai amanat perintah Permendagri No.110 Tahun 2016
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2023