Musyarakah mutanaqisah menjadi bagian produk pembiayaan di perbankan syariah. Faktanya, masih ditemukan ketidaksesuaian antara kontrak dengan aturan hukum yang mendasarinya khususnya Fatwa DSN. Penelitian ini akan menganalisis lebih lanjut musyarakah mutanaqisah dalam praktik pembiayaan di perbankan syariah serta kesesuaiannya dengan Fatwa DSN No.8/DSN-MUI/2000 Tentang Musyarakah. Penelitian ini termasuk penelitian normatif dengan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini konsep akad musyarakah mutanaqishah dalam pembiayaan perbankan syariah digunakan sebagai kerjasama antara bank syariah dan nasabah untuk memperoleh atau membeli suatu barang dengan kepemilikan atas barang tersebut menjadi bersama-sama. Besaran kepemilikan dapat ditentukan berdasarkan modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama. Selanjutnya, nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal atau dana yang dimiliki oleh bank syariah. Jumlah modal bank syariah semakin lama semakin kecil, berbanding terbalik dengan jumlah modal nasabah yang semakin bertambah karena pembayaran angsuran pada setiap bulan. Terdapat ketidaksesuaian kontrak pembiayaan akad musyarakah mutanaqisah No. 257 dengan Fatwa DSN MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah. Klausul yang tidak sesuai diantaranya terdapat pada kerugian dan penyelesaian perselisihan. Kontrak pembiayaan akad musyarakah mutanaqisah ini seharusnya menambahkan Pasal mengenai kerugian yang nantinya ditanggung para pihak yang terlibat. Selain itu penyelesaian perselisihan seharusnya dilakukan di Pengadilan Agama sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Terlebih lagi penyelesaian sengketa ekonomi syariah bukan lagi menjadi kewenangan Pengadilan Negeri pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14 Tahun 2016.
Copyrights © 2024