Artikel ini bertujuan mendiskusikan kearifan lokal, khususnya tradisi kawin lari, yang terefleksi di dalam karya sastra. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Objek materialnya adalah novel Mangalua karya Idris Pasaribu, sedangkan objek formal berupa teori antropologi sastra dan teori representasi. Hasil kajian menunjukkan kuatnya nilai-nilai lokalitas dan dinamika peradaban. Hal tersebut merepresentasikan religi berupa aliran kepercayaan (Parmalim), agama samawi (Kristen), kearifan lokal berupa tradisi kawin lari (mangalua), dan refleksi multivalensi budaya. Dari berbagai tanda (bahasa dan warna lokal) dan konsep (dalam pikiran pengarang dan pembaca) tentang kawin lari, maka dapat dimaknai bahwa novel Mangalua merepresentasikan kisah kehidupan masyarakat Batak Toba masa lalu (masa kolonial Belanda), baik menyangkut religi maupun kearifan lokal. Dari perspektif budaya (antropologi), tradisi kawin lari mengandung nilai positif karena mampu mengakomodasi nilai-nilai kemanusiaan dalam menyelesaikan persoalan yang dialami oleh masyarakat di tanah Batak. Tradisi kawin lari menjadi alternatif solusi secara kultural yang bersifat fleksibel dan humanis.
Copyrights © 2024