Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 disahkan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, tentunya didasari atas Putusan MK No 91/PUU-XIII/2020 yang menyatakan “cacat secara formil” dan “inkonstitusional bersyarat” terhadap UU Cipta Kerja lama. Pengesahan tersebut sekaligus menambahkan ketentuan baru terkait penetapan upah minimum bagi para pekerja, seperti penegasan syarat penetapan upah minimum kabupaten/ kota, formula penghitungan upah minimum yang berubah menjadi tiga variabel, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu, dan penambahan kewenangan pemerintah dalam kondisi tertentu untuk bisa menetapkan formula perhitungan upah minimum yang berbeda dari formula perhitungan upah minimum. Eksistensi perubahan haruslah dimaknai sebagai wujud perlindungan yang adaptif untuk menghindari terlalu rendahnya upah yang diterima para pekerja. Upah minimum yaitu upah terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap dengan tujuan memberikan jaringan pengaman di sektor tenaga kerja serta menjaga pekerja agar memperoleh upah yang layak. Penetapan upah minimum juga guna menghindari para buruh/pekerja dari kesewenang-wenangan pengusaha dalam memberikan upah. Perubahan kebijakan upah minimum yang semula termuat dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan terakhir dalam UU No. 6 Tahun 2023 perlu diidentifikasi sejauh pembaharuan hukum dapat berperan sebagai jaring pengaman sosial bagi pekerja, atau justru sebaliknya menciderai hak-hak pekerja demi kepentingan pelaku usaha dan pemerintah. Penelitian ini akan dilakukan secara normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kebijakan upah minimum bagi para pekerja, disertai dengan analisis komparatif dengan membandingkan aturan lama dengan yang baru untuk dapat lebih menjamin kesejahteraan para pekerja.
Copyrights © 2018