Budaya Alam Minangkabau (BAM) sebagai Mata Pelajaran Muatan Lokal diimplementasikan kembali pada Kurikulum Merdeka sebagai Mata Pelajaran Keminangkabauan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melengkapi tulisan dari Afrilya dkk., (2020) yang menyatakan faktor penyebab diberhentikannya BAM di Sumatera Barat, sehingga diperlukan solusi untuk mengatasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian Systematic Literature Review (SLR). Sumber utama penelitian ini adalah sepuluh literatur yang diperoleh dari platform elektronik yang terindeks sinta, seperti Portal Garuda, Google Scholar, dan Direct of Open Access Journals (DOAJ) yang publish pada tahun 2019 sampai 2023. Hasil penelitian menyatakan bahwa Mata Pelajaran Keminangkabauan membutuhkan perhatian: 1) Pemerintah Provinsi Sumatera Barat 2) tim pengembangan kurikulum tingkat daerah 3) sekolah dan komite 4) Guru 5) Perguruan Tinggi Sumatera Barat 6) Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Sumatera Barat dan 7) tokoh masyarakat seperti Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Penyediaan sarana dan prasarana pendukung merupakan tindakan yang dapat dilakukan sekolah dan komite untuk berhasil mengimplementasikan mata pelajaran Keminangkabauan dalam kurikulum Merdeka. Guru Keminangkabauan yang berpartisipasi aktif dalam MGMP/KKG dapat memperluas pandangan dan pengetahuannya dalam berbagai hal. Selain itu, juga perlu bekerja sama dengan Perguruan Tinggi, BBPMP dan LKAAM sebagai Lembaga yang memberikan sarana untuk melestarikan budaya dan Adat Minangkabau.
Copyrights © 2024