Masalah gizi kurang dan stunting pada anak balita masih menjadi masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara langsung disebabkan oleh asupan yang kurang dan penyakit infeksi. Di Indonesia, jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang menurut Riskesdas 2018 masih sebesar 17,7%. Prevalensi stunting dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa stunting merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia. Riskesdas 2018 juga menunjukkan 30,8% balita menderita stunting dan 29,9% baduta pendek dan sangat pendek. Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian buruk dan gizi kurang, dan stuntingbaik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus terhadap seorang balita berusia 34 bulan di desa Mamplam tahun 2022. Studi kasus ini dilakukan dengan cara observasi pasien selama 3 minggu dengan pendekatan home visit. Diagnosis gizi kurang dan stunting ditegakkan berdasarkan pedoman nasional Permenkes RI no 2 tahun 2020 tentang standar antropometri anak. Setelah didiagnosis, pasien yang edukasi, pemberian makanan tambahan dari puskesmas, melakukan pengamatan pertumbuhannya serta menganalisis faktor-faktor yang berperan terhadap masalah.Pada kunjungan pertama didapatkan BB pasien 9,2 kg dan TB 84,4 cm dan langsung dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan, pada kunjungan kedua tidak didapatkan pertambahan dari status gizi pasien. Setelah selang 2 minggu didapatkan pertambahan berat badan pasien menjadi 9,7 kg dengan tinggi badan yang masih sama. Kesimpulan studi ini didapatkan beberapa determinan gizi kurang dan stunting pada usia 34 bulan antara lain adalah pengetahuan dan pendidikan ibu, ekonomi keluarga, perilaku dan lingkungan.
Copyrights © 2023