Pemaksaan perkawinan terhadap anak di bawah umur merupakan kejahatan serius yang mengancam hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan anak. Dalam perspektif viktimologi, fenomena ini memperlihatkan pola penindasan dan eksploitasi yang merugikan korban secara fisik, psikologis, dan sosial. Penelitian viktimologi menyoroti dampak traumatik yang dialami oleh korban, termasuk gangguan mental, kerusakan emosional, dan penurunan kesejahteraan psikososial. Anak yang menjadi korban pemaksaan perkawinan mengalami ketidaksetaraan kekuasaan yang ekstrem, kehilangan kontrol atas kehidupan mereka, serta kekerasan fisik dan seksual yang merusak. Perspektif viktimologi juga menyoroti faktor-faktor risiko yang mempengaruhi rentaninya anak terhadap pemaksaan perkawinan, seperti ketidakadilan sosial, kemiskinan, dan kurangnya pendidikan. Upaya penanggulangan pemaksaan perkawinan anak melalui pendekatan viktimologi mencakup pemberian perlindungan bagi korban, rehabilitasi psikososial, serta pencegahan melalui pendidikan dan kesadaran masyarakat. Perlu adanya kerjasama lintas sektor antara pemerintah, lembaga perlindungan anak, masyarakat sipil, dan lembaga internasional untuk mengatasi akar masalah dan memberikan perlindungan yang efektif bagi anak-anak yang rentan terhadap pemaksaan perkawinan. Dengan demikian, pemahaman terhadap fenomena ini dari sudut pandang viktimologi menjadi penting dalam upaya melindungi hak-hak dan kesejahteraan anak di bawah umur.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024