Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 menjadi payung hukum penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon. Landasan hukum tersebut merupakan jalan keluar atas kebuntuan hukum, namun masih menyisakan berbagai persoalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji alasan hukum yang mendasari legalitas pilkada dengan satu pasangan calon, implikasi politik, dan factor-faktor penyebab maraknya penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon. Desain penelitian ini yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti mengkaji data berupa Putusan MK, UU Pilkada, PKPU Pencalonan, artikel jurnal, dan buku-buku relevan, serta data empiris dari Komisioner KPU Kabupaten Kediri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pertama, alasan hukum yang mendasari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 adalah untuk menjamin hak politik warga negara untuk bisa memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan. Kedua, implikasi politik yang terjadi adalah: a) jumlah daerah penyelenggara pilkada dengan satu pasangan calon kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu; dan b) penyelenggara pilkada tidak dapat memberikan perlakuan secara adil dan setara terhadap pasangan calon dan kotak kosong. Ketiga, ada beberapa factor penyebab lahirnya pilkada dengan satu pasangan calon, yaitu: a) adanya indikasi kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan rekrutmen politik; b) adanya kecenderungan partai politik lebih mengedepankan pragmatisme politik atau politik transaksional; c) adanya oligarki DPP partai politik dalam menentukan pasangan calon melalui surat rekomendasi; d) syarat dukungan pengajuan pasangan calon terlalu tinggi; dan e) tingginya biaya operasional untuk bisa menjadi pasangan calon.
Copyrights © 2024