Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Politik Hukum Pemilihan Kepala Daerah dengan Satu Pasangan Calon Winarto, Agus Edi; Mustakim, Andi Ardiyan
Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam Vol. 22 No. 1 (2024): Jurnal Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/realita.v22i1.423

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 menjadi payung hukum penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon. Landasan hukum tersebut merupakan jalan keluar atas kebuntuan hukum, namun masih menyisakan berbagai persoalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji alasan hukum yang mendasari legalitas pilkada dengan satu pasangan calon, implikasi politik, dan factor-faktor penyebab maraknya penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon. Desain penelitian ini yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti mengkaji data berupa Putusan MK, UU Pilkada, PKPU Pencalonan, artikel jurnal, dan buku-buku relevan, serta data empiris dari Komisioner KPU Kabupaten Kediri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pertama, alasan hukum yang mendasari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 adalah untuk menjamin hak politik warga negara untuk bisa memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan. Kedua, implikasi politik yang terjadi adalah: a) jumlah daerah penyelenggara pilkada dengan satu pasangan calon kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu; dan b) penyelenggara pilkada tidak dapat memberikan perlakuan secara adil dan setara terhadap pasangan calon dan kotak kosong. Ketiga, ada beberapa factor penyebab lahirnya pilkada dengan satu pasangan calon, yaitu: a) adanya indikasi kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan rekrutmen politik; b) adanya kecenderungan partai politik lebih mengedepankan pragmatisme politik atau politik transaksional; c) adanya oligarki DPP partai politik dalam menentukan pasangan calon melalui surat rekomendasi; d) syarat dukungan pengajuan pasangan calon terlalu tinggi; dan e) tingginya biaya operasional untuk bisa menjadi pasangan calon.
Politik Hukum Pemilihan Kepala Daerah dengan Satu Pasangan Calon Winarto, Agus Edi; Mustakim, Andi Ardiyan
Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam Vol. 22 No. 1 (2024): Jurnal Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/realita.v22i1.423

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 menjadi payung hukum penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon. Landasan hukum tersebut merupakan jalan keluar atas kebuntuan hukum, namun masih menyisakan berbagai persoalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji alasan hukum yang mendasari legalitas pilkada dengan satu pasangan calon, implikasi politik, dan factor-faktor penyebab maraknya penyelenggaraan pilkada dengan satu pasangan calon. Desain penelitian ini yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti mengkaji data berupa Putusan MK, UU Pilkada, PKPU Pencalonan, artikel jurnal, dan buku-buku relevan, serta data empiris dari Komisioner KPU Kabupaten Kediri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pertama, alasan hukum yang mendasari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 adalah untuk menjamin hak politik warga negara untuk bisa memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan. Kedua, implikasi politik yang terjadi adalah: a) jumlah daerah penyelenggara pilkada dengan satu pasangan calon kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu; dan b) penyelenggara pilkada tidak dapat memberikan perlakuan secara adil dan setara terhadap pasangan calon dan kotak kosong. Ketiga, ada beberapa factor penyebab lahirnya pilkada dengan satu pasangan calon, yaitu: a) adanya indikasi kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan rekrutmen politik; b) adanya kecenderungan partai politik lebih mengedepankan pragmatisme politik atau politik transaksional; c) adanya oligarki DPP partai politik dalam menentukan pasangan calon melalui surat rekomendasi; d) syarat dukungan pengajuan pasangan calon terlalu tinggi; dan e) tingginya biaya operasional untuk bisa menjadi pasangan calon.
Quo Vadis Hadith Studies in Islamic Boarding Schools in Al-Jabiri's Perspective Anam, Wahidul; Sulaeman, Mubaidi; Mustakim, Andi Ardiyan; Putra, Afriadi; Hakim, Lukmanul
Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam Vol 7 No 2 (2024): Transformative Islamic Education in Pesantren and Madrasah
Publisher : Universitas Pesantren Kh Abdul Chalim Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31538/nzh.v7i2.4328

Abstract

This study aims to analyze the paradigm shift and the direction of the hadith study objectives at Ma'had Aly HasyimAs-sari Jombang used the perspective of Muhammad Abid Al-Jabiriy's Arabic reasoning. This study used a descriptive curative approach. Technical Data Analysis Using Miles and Huberman Theory with three steps: data collection, data reduction, third data presentation, verification, and data conclusions. Primary and secondary data were used in this study. Secondary data were obtained from secondary sources, such as tabloids, magazines, bulletins, and online opinions, while primary data were obtained from primary sources, such as interviews and observations. This study found that first, the Islamic Boarding School, especially Ma'had Aly Hasyim Asaraiy, in essence has long used irfani and bayani reasoning in the form of hadith studies as a counter to the extreme burhani reasoning of Western civilization as a counterweight. However, lately, Islamic boarding school education with its Ma'had Aly begin to be carried away by the strandarization of such education. Second, Ma'had Aly education has a purpose as a response to global changes in the world of education which requires formality as an authority for recognizing the knowledge of its graduates, but has a big consequence that one day the boarding school will lose its irfanical reasoning characteristics by sinking into extreme burhani reasoning in the national education system implemented by the government.