Ekonomi biru menjadi paradigma penting dalam pembangunan berkelanjutan di wilayah kepulauan Indonesia, dengan potensi nilai mencapai USD 2,5-3 triliun pada 2030. Namun, terdapat kesenjangan antara potensi sumber daya kelautan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Penelitian terdahulu mengidentifikasi adanya "perangkap ekonomi biru" di wilayah kepulauan, tetapi belum mengeksplorasi secara komprehensif hubungan antara implementasi ekonomi biru dengan pengentasan kemiskinan. Penelitian ini mengajukan dua pertanyaan: bagaimana pola hubungan antara potensi ekonomi biru dengan tingkat kemiskinan di daerah kepulauan, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas implementasinya. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-eksploratif, penelitian menganalisis data sekunder dari 17 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara periode 2019-2023. Hasil penelitian mengungkapkan paradoks di mana wilayah dengan potensi kelautan besar seperti Wakatobi justru menunjukkan PDRB rendah dan tingkat kemiskinan tinggi. Faktor utama yang mempengaruhi meliputi keterbatasan infrastruktur, aksesibilitas pasar, dan kapasitas sumber daya manusia. Kebaruan penelitian terletak pada pengembangan framework analisis yang mengintegrasikan aspek ekonomi biru, kemiskinan, dan karakteristik wilayah kepulauan. Rekomendasi mencakup penguatan kebijakan ekonomi biru nasional, pengembangan masterplan provinsi terintegrasi, dan implementasi program pemberdayaan berbasis potensi lokal di tingkat kabupaten/kota.
Copyrights © 2024