Pemidanaan terhadap pelaku penebangan liar di kawasan hutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 menimbulkan polemik, terutama ketika melibatkan masyarakat lokal yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan. Undang-undang tersebut, yang dirancang untuk menjerat kelompok terorganisir, sering kali diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan budaya pelaku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pemidanaan terhadap masyarakat lokal sebagai pelaku penebangan liar dapat dianggap adil dan proporsional. Penelitian menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan studi kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan sanksi pidana yang berat terhadap masyarakat lokal tidak mencerminkan keadilan, karena tidak mempertimbangkan alasan kebutuhan dasar pelaku. Selain itu, pemidanaan seperti ini berdampak negatif pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Sebagai solusi, penelitian ini merekomendasikan penerapan keadilan restoratif dan pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pendekatan alternatif. Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 juga diusulkan agar lebih kontekstual dengan realitas masyarakat di sekitar kawasan hutan. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan keadilan yang lebih inklusif sekaligus menjaga kelestarian hutan secara efektif.
Copyrights © 2024