Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan peran pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di Kabupaten Bojonegoro. Masalah difokuskan pada analisis power dan interest para pemangku kepentingan dalam mendukung pendidikan inklusi. Guna mendekati masalah ini dipergunakan acuan teori stakeholder mapping dari Fran Ackermann dan Colin Eden (2011). Data-data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen, kemudian dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa dalam analisis power Kepala sekolah memiliki kewenangan tinggi dalam pengambilan keputusan di sekolah, sedangkan Dinas Pendidikan memiliki kekuatan formal melalui kebijakan, namun belum menyusun juknis atau juklak. Guru memiliki power teknis tetapi rendah dalam kebijakan, sementara masyarakat umum dan media lokal memiliki power rendah karena tidak terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Dalam analisis interest, kepala sekolah, guru, dan guru pendamping khusus (GPK) menunjukkan tingkat kepentingan tinggi, sedangkan orang tua siswa, meski memiliki interest besar, bersikap lebih pasif. Sebaliknya, masyarakat umum dan media lokal menunjukkan interest rendah karena tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan pendidikan inklusi. Kolaborasi antar pemangku kepentingan diperlukan untuk mengatasi tantangan seperti minimnya pelatihan guru, keterbatasan fasilitas, dan ketiadaan regulasi teknis. Penelitian ini kontribusi berkontribusi memberikan rekomendasi strategis untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pendidikan inklusi di tingkat lokal.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025