Penelitian ini mengkaji secara kritis pembekuan berita acara sumpah advokat Firdaus Oiwobo, S.H., dan Razman Arif Nasution oleh Pengadilan Tinggi Ambon dan Banten dalam kerangka dialektika hukum yang mempertemukan ketegangan antara independensi advokat, supremasi yudisial, dan batasan konsep contempt of court. Problem akademis utama yang diangkat adalah bagaimana kewenangan pengadilan dalam menegakkan disiplin persidangan dapat berbenturan dengan prinsip due process of law serta doktrin officium nobile yang menjadi basis fundamental independensi advokat. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legitimasi dan implikasi yuridis dari pembekuan sumpah advokat sebagai instrumen pengendalian profesi hukum, sekaligus mengidentifikasi potensi penyalahgunaan kewenangan yudisial dalam konstruksi hukum Indonesia. Dengan menggunakan metode normatif yuridis melalui pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual yang dianalisis secara hermeneutik-kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembekuan sumpah advokat oleh pengadilan tinggi tidak sekadar tindakan administratif, tetapi merupakan wujud intervensi yudisial yang berimplikasi pada pelemahan independensi profesi hukum. Meskipun bertujuan menjaga marwah peradilan, tindakan tersebut melampaui batas kewenangan yang sah dan bertentangan dengan prinsip fair trial serta due process of law. Selain itu, contempt of court dalam sistem hukum Indonesia masih memiliki ambiguitas regulasi, sehingga dapat menjadi instrumen represif terhadap advokat yang bersikap kritis dalam ruang persidangan. Penelitian ini merekomendasikan revisi regulasi contempt of court agar tidak membatasi kebebasan advokat serta mendorong pedoman yang menyeimbangkan kewenangan yudisial dan independensi profesi hukum, demi mencegah distorsi supremasi hukum dan delegitimasi institusional.
Copyrights © 2025