Penghilangan watermark digital merupakan tantangan besar dalam perlindungan hak cipta di era digital. Watermark digunakan sebagai alat identifikasi dan perlindungan terhadap karya digital, tetapi keberadaannya dapat dengan mudah dihapus atau dimanipulasi, menimbulkan potensi pelanggaran hak cipta. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis aspek hukum terkait penghilangan watermark digital dalam perspektif Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 1 Tahun 2024). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghilangan watermark dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, terutama jika dilakukan tanpa izin dan berdampak merugikan pemilik hak cipta. Namun, penegakan hukum masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk lemahnya regulasi, keterbatasan forensik digital, serta kurangnya pemahaman aparat hukum terhadap kejahatan siber. Peningkatan kapasitas penegak hukum, penguatan regulasi, dan pemanfaatan teknologi enkripsi serta blockchain dapat menjadi solusi dalam meningkatkan perlindungan hak cipta. Selain itu, kesadaran masyarakat dan pembuat kebijakan perlu ditingkatkan agar perlindungan hak cipta digital semakin efektif dan berkelanjutan. Dengan langkah-langkah ini, penghilangan watermark digital dapat diminimalisir, sehingga hak cipta di dunia digital lebih terlindungi dan dihormati.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025