Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terkait hak restitusi bagi anak korban perkosaan dalam Putusan Mahkamah Syar’iyah Meulaboh Nomor 10/JN2022/MS.Mbo, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat implementasinya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif-empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan hakim Mahkamah Syar’iyah Meulaboh, jaksa Kejaksaan Negeri Meulaboh, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh Barat, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Pasal 31 UU TPKS mengenai restitusi bagi anak korban kekerasan seksual dalam kasus Nomor 10/JN2022/MS.Mbo belum berjalan; korban tidak menerima restitusi meskipun hak tersebut diatur dalam UU TPKS dan Qanun Jinayat. Faktor-faktor penghambat implementasi restitusi meliputi kurangnya pemahaman korban dan keluarga mengenai hak restitusi, aparat penegak hukum (jaksa dan hakim) yang tidak secara proaktif memberitahukan hak tersebut kepada korban, pertimbangan kondisi ekonomi pelaku, serta adanya misinterpretasi dan benturan persepsi antara UU TPKS dengan praktik pemahaman Qanun Jinayat oleh aparat penegak hukum lokal. Kesimpulan penelitian ini adalah restitusi belum terimplementasi dalam kasus yang dikaji karena berbagai kendala tersebut, yang menunjukkan perlunya sosialisasi dan pemahaman yang lebih baik mengenai hak korban serta sinergi antar aparat penegak hukum.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024