Sumber daya air Gunung Tilu, yang vital bagi 15 desa rawan kekeringan di Kuningan, memerlukan pengelolaan terintegrasi melalui kolaborasi pentahelix (pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat, media). Namun, kerusakan infrastruktur pascalongsor (2018) dan lemahnya koordinasi aktor menghambat kemajuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika kolaborasi pentahelix dan mengusulkan kearifan lokal sebagai dimensi baru untuk meningkatkan pengelolaan air. Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan, dengan data dikumpulkan melalui wawancara (13 informan), observasi, dan dokumentasi, dianalisis menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Kolaborasi belum optimal akibat keterbatasan anggaran, ambiguitas kepemimpinan (DPUTR & BBWS Cimanuk-Cisanggarung), dan keterlibatan akademisi/media yang minimal. Kearifan lokal terbukti krusial, misalnya penolakan masyarakat terhadap proyek pipa yang mengabaikan norma adat. Studi ini merekomendasikan pelembagaan nilai lokal dalam kerangka kolaborasi dan penguatan komunikasi multiaktor untuk mitigasi kekeringan.
Copyrights © 2025