Teorisme ialah menjadi teror yang sangat menakutkan bagi warga negara, adapun tindakan yang dilakukan oleh terorisme mengakibatkan rusaknya fasilitas public bahkan sampai menjatuhkan korban massal. Namun di dalam penanggulangan terorisme menghadapi berbagai masalah, termasuk stigma negatif terhadap beberapa kelompok dan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Khususnya dalam proses penangkapan terduga teroris, Densus 88 AT sering kali melakukan penangkapan yang cacat prosedur dan melanggar hak-hak individu. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi salah satu norma yang secara signifikan melanggar hak seseorang yang baru dianggap sebagai terduga teroris. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai langkah-langkah yang harus diambil terhadap pelaku terduga tindak pidana terorisme. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Sumber penelitian mencakup bahan hukum primer seperti UU No 5 Tahun 2018, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Perkap Nomor 23 Tahun 2011. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemerintah Republik Indonesia perlu merevisi norma hukum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 mengenai penangkapan agar sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025