Penelitian fenomena  sarung di masyarakat Melayu Riau ini penting untuk memahami statusnya sebagai bagian dari material culture yang memberikan identitas terhadap komunitas. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui sejarah penggunaannya, dan dinamika fungsinya dari zaman ke zaman, serta pemanfaatannya dalam masyarakat Nusantara yang heterogen, baik dari suku, budaya dan agama. Sebagai identitas Nusantara, sarung telah melalui proses tahapan-tahapan sejarah panjang, sehingga menjadi simbol pakaian pribumi, simbol santri, simbol ketaatan pada agama, pakaian keindahan dan kesederhanaan di wilayah Nusantara. Sejak masa kolonial, bersamaan dengan berlangsungnya proses akulturasi budaya Eropa di Nusantara, telah terjadi pergeseran nilai yang signifikan pada perspektif masyarakat dalam memandang makna dan fungsi sarung dalam kehidupan budaya dan agama, khususnya di Indonesia.Penelitian ini adalah penelitian antropologi yang memakai metode kualitatif dengan pendekatan snowballing. Teknik yang dipakai dalam  pengambilan data adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari data yang terkumpul dan telah dianalisis didapati bahwa, secara umum masyarakat Melayu Riau, terutama di wilayah urban tidak lagi menjadikan sarung sebagai pilihan utama dalam berpakaian, bahkan ada kesan bahwa fungsi sarung sangat terbatas sebagai kelengkapan utama dalam kegiatan ritual agama saja; misalnya salat atau kegiatan keagamaan lainnya. Urgensi dan fungsi sarung sebagai pakaian harian justru lebih terwakili dalam kultur pedesaan (rural). Keberadaan sarung di masyarakat Melayu mengalami pergeseran nilai sebagai material culture yang cenderung mengarah pada simbolisasi ritual ketimbang fungsional
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024