Fenomena anak di bawah umur sebagai konten kreator di media sosial memunculkan tantangan baru dalam dunia hukum, khususnya terkait persetujuan digital (digital consent) atas publikasi dan monetisasi konten yang melibatkan anak sebagai subjek utama. Dalam banyak kasus, persetujuan diberikan oleh orang tua atau wali, tanpa keterlibatan langsung dari anak, yang secara hukum belum cakap untuk menyatakan kehendaknya sendiri. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif/doktrinal, yaitu dengan menelaah prinsip, asas, dan norma hukum positif yang berlaku, terutama dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Penelitian ini juga mengkaji konsep the best interest of the child dalam perspektif hukum sebagai pijakan utama dalam pembentukan kebijakan perlindungan anak di ranah digital. Temuan penelitian menunjukkan belum adanya pengaturan hukum yang spesifik dan komprehensif mengenai validitas persetujuan digital anak dalam aktivitas ekonomi berbasis media sosial. Oleh karena itu, dibutuhkan perumusan norma hukum baru yang menjamin perlindungan anak dari potensi eksploitasi digital, serta mekanisme partisipasi anak dalam pemberian persetujuan atas konten yang menyangkut hak dan kepentingannya di dunia maya.
Copyrights © 2025