Informasi palsu dan ujaran kebencian yang tersebar di dunia maya telah menjadi permasalahan sosial yang berpotensi mengganggu stabilitas politik dan sosial, serta berdampak pada pelanggaran hak individu. Meskipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), implementasinya masih menghadapi berbagai kendala. Tantangan tersebut meliputi ambiguitas dalam peraturan, kesulitan dalam penegakan hukum, serta keterbatasan dalam mengidentifikasi pelaku yang sering kali menggunakan identitas anonim. Di sisi lain, media sosial memiliki potensi dalam menekan penyebaran informasi palsu dan ujaran kebencian melalui kebijakan moderasi konten serta peningkatan literasi digital bagi pengguna. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif yang menggunakan pendekatan asas-asas hukum dan sistematika hukum. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan serta dianalisis secara kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui fenomena ujaran kebencian dan informasi palsu di media sosial serta bagaimana pengaturannya dalam sistem hukum Indonesia dan tantangan beserta peran media sosial dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian dan informasi palsu. Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial dipicu oleh algoritma, anonimitas, dan lemahnya regulasi. Meski ada moderasi, efektivitasnya terbatas, sementara hoaks sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Diperlukan penegakan hukum, literasi digital, dan kerja sama global untuk menciptakan ruang digital yang aman, sejalan dengan regulasi yang menyesuaikan karakteristik dunia maya. Perdebatan hukum di cyberspace melahirkan tiga pandangan: menolak regulasi, menerapkan hukum konvensional, atau pendekatan evolutif. Di Indonesia, UU ITE mengatur hoaks dan ujaran kebencian, dengan sanksi hingga 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, guna menekan dampak negatif internet dan menjaga ketertiban digital. Penegakan hukum terhadap hoaks dan ujaran kebencian di Indonesia terkendala ambiguitas regulasi, anonimitas pelaku, serta keterbatasan bukti dan kapasitas aparat. Media sosial dapat membantu dengan moderasi berbasis AI, literasi digital, dan kerja sama dengan pemerintah. Dibutuhkan regulasi ketat dan tanggung jawab platform untuk menjaga ruang digital yang aman.
Copyrights © 2025