Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perkembangan Hukum Investasi di Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Globalisasi Pratama, Alfredo; Christian Simbolon; Sundro Napitupulu; Albert Lodewyk Sentosa Siahaan
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 4: Juni 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i4.9424

Abstract

Penanaman modal merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Hukum investasi di Indonesia telah berkembang pesat dengan penerapan berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan kebijakan penyederhanaan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS). Meskipun ada kemajuan, tantangan besar masih dihadapi, seperti ketidakpastian hukum, birokrasi yang kompleks, dan perbedaan interpretasi regulasi di tingkat daerah. Di era globalisasi, Indonesia bersaing dengan negara-negara lain dalam menarik investasi asing. Oleh karena itu, reformasi hukum dan kebijakan yang lebih transparan dan efisien sangat diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Penelitian ini menganalisis perkembangan hukum investasi di Indonesia, tantangan yang dihadapi, serta peluang yang dapat dimanfaatkan di era globalisasi. Diharapkan, hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman mengenai sistem hukum investasi dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
TINJAUAN YURIDIS FENOMENA INFORMASI PALSU DAN UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL Sundro Napitupulu; Alfredo Pratama; Christian Simbolon; Gio Aritonang; Ravanda Matthew Marcel Siahaan; Ricky Banke
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 4 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v12i4.12801

Abstract

Informasi palsu dan ujaran kebencian yang tersebar di dunia maya telah menjadi permasalahan sosial yang berpotensi mengganggu stabilitas politik dan sosial, serta berdampak pada pelanggaran hak individu. Meskipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), implementasinya masih menghadapi berbagai kendala. Tantangan tersebut meliputi ambiguitas dalam peraturan, kesulitan dalam penegakan hukum, serta keterbatasan dalam mengidentifikasi pelaku yang sering kali menggunakan identitas anonim. Di sisi lain, media sosial memiliki potensi dalam menekan penyebaran informasi palsu dan ujaran kebencian melalui kebijakan moderasi konten serta peningkatan literasi digital bagi pengguna. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif yang menggunakan pendekatan asas-asas hukum dan sistematika hukum. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan serta dianalisis secara kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui fenomena ujaran kebencian dan informasi palsu di media sosial serta bagaimana pengaturannya dalam sistem hukum Indonesia dan tantangan beserta peran media sosial dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian dan informasi palsu. Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial dipicu oleh algoritma, anonimitas, dan lemahnya regulasi. Meski ada moderasi, efektivitasnya terbatas, sementara hoaks sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Diperlukan penegakan hukum, literasi digital, dan kerja sama global untuk menciptakan ruang digital yang aman, sejalan dengan regulasi yang menyesuaikan karakteristik dunia maya. Perdebatan hukum di cyberspace melahirkan tiga pandangan: menolak regulasi, menerapkan hukum konvensional, atau pendekatan evolutif. Di Indonesia, UU ITE mengatur hoaks dan ujaran kebencian, dengan sanksi hingga 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, guna menekan dampak negatif internet dan menjaga ketertiban digital. Penegakan hukum terhadap hoaks dan ujaran kebencian di Indonesia terkendala ambiguitas regulasi, anonimitas pelaku, serta keterbatasan bukti dan kapasitas aparat. Media sosial dapat membantu dengan moderasi berbasis AI, literasi digital, dan kerja sama dengan pemerintah. Dibutuhkan regulasi ketat dan tanggung jawab platform untuk menjaga ruang digital yang aman.