Artikel ini membahas pola mobilisasi dan pemanfaatan pemuda oleh kekuasaan dalam dua periode berbeda: masa pendudukan Jepang (1942–1945) dan era digital kontemporer. Pada masa Jepang, pemuda dimobilisasi melalui organisasi semi-militer seperti Seinendan dan Keibodan untuk mendukung kepentingan militer dan ideologi penjajah. Sementara di masa kini, pemuda dimanfaatkan secara digital melalui peran sebagai buzzer politik yang menyebarkan narasi kekuasaan di media sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis-kritis dengan metode kualitatif, mengandalkan studi pustaka dari sumber primer dan sekunder. Hasil kajian menunjukkan adanya pola kontinuitas dalam strategi kekuasaan yang menjadikan pemuda sebagai alat hegemoni, baik secara fisik maupun digital. Meskipun demikian, keterlibatan tersebut juga melahirkan kesadaran politik yang dapat mendorong pemuda menjadi subjek perubahan sosial. Artikel ini menekankan pentingnya literasi digital dan kesadaran kritis agar pemuda tidak terjebak dalam manipulasi kekuasaan, melainkan mampu tampil sebagai aktor utama dalam demokrasi yang reflektif dan partisipatif.
Copyrights © 2025