Village development is an integral part of national development that emphasizes the importance of collaboration between the village government and the community. This study aims to analyze the form of collaboration that occurs between the Semantun Jaya Village government and its residents in an effort to realize an independent and prosperous village. The background of the study is based on the gap between the idealism of active community participation as regulated in Law Number 6 of 2014 concerning Villages, with the reality in the field which shows that community involvement is still limited to the implementation stage. This study uses a qualitative approach with a case study method, data collection through in-depth interviews, participatory observation, and documentation studies, and is analyzed using the Miles and Huberman interactive model. The results of the study show that strong collaboration occurs at the implementation stage such as mutual cooperation in physical development and management of BUMDes, but community participation is still low at the planning and supervision stages. The main obstacles include limited human resources, unequal access to information, and weak institutional capacity of the community. The village government has made efforts to increase participation through village deliberations and the formation of an inclusive implementation team, but it has not been fully optimal. The study concludes that more structured empowerment strategies, citizen capacity building, and ongoing two-way communication are essential to building inclusive and sustainable development synergies. ABSTRAKPembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah desa dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk kolaborasi yang terjadi antara pemerintah Desa Semantun Jaya dan warganya dalam upaya mewujudkan desa mandiri dan sejahtera. Latar belakang penelitian didasari oleh adanya kesenjangan antara idealisme partisipasi aktif masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan keterlibatan masyarakat masih terbatas pada tahap pelaksanaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan studi dokumentasi, serta dianalisis menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi yang kuat terjadi pada tahap pelaksanaan seperti gotong royong pembangunan fisik dan pengelolaan BUMDes, namun partisipasi masyarakat masih rendah pada tahap perencanaan dan pengawasan. Hambatan utama meliputi keterbatasan sumber daya manusia, akses informasi yang belum merata, serta lemahnya kapasitas kelembagaan masyarakat. Pemerintah desa telah berupaya meningkatkan partisipasi melalui musyawarah desa dan pembentukan tim pelaksana yang inklusif, namun belum sepenuhnya optimal. Studi ini menyimpulkan bahwa strategi pemberdayaan yang lebih terstruktur, peningkatan kapasitas warga, dan komunikasi dua arah yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk membangun sinergi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Copyrights © 2025