Kolusi dan nepotisme merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang memiliki dampak sistemik terhadap integritas birokrasi dan kepercayaan publik. Meskipun Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 telah mengatur sanksi pidana dalam Pasal 21 dan 22, implementasinya belum efektif karena ketiadaan lembaga penegak hukum khusus, tidak adanya yurisprudensi, dan belum tersedianya standar pembuktian yang jelas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan kedua pasal tersebut serta menawarkan model rekonstruksi sistem pemidanaan yang lebih aplikatif. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dianalisis secara kualitatif dan deduktif melalui pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan Pasal 21 dan 22 masih bersifat simbolis akibat kekosongan kelembagaan dan ketidakpastian norma. Implikasinya, diperlukan reformasi kelembagaan melalui pembentukan otoritas penegak khusus, harmonisasi peraturan dengan UU Tipikor dan UU ASN, serta penyusunan pedoman pembuktian agar norma hukum tidak sekadar menjadi teks normatif, tetapi juga dapat dioperasionalkan dalam sistem peradilan pidana
Copyrights © 2025