Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

UNSUR DEMOKRASI PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASAR MENURUT UUD NRI 1945 Wicaksono, Demas Brian
JPPKn Vol 1 No 1 (2016)
Publisher : PPKn Universitas PGRI Banyuwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (411.569 KB)

Abstract

Analisis Nilai-nilai Multikultural Masyarakat Desa Patoman, Blimbingsari, Banyuwangi Demas Brian Wicaksono; I Kadek Yudiana; Andika Wahyudiono
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v2i2p164-178

Abstract

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang Multikultur/Majemuk. Masyarakat majemuk tersusun oleh keragaman kelompok etnik atau suku bangsa beserta tradisi dan budayanya, tidak hanya berpeluang menjadikan bangsa Indonesia menjadi negara yang kuat di masa mendatang, tetapi juga berpotensi mendorong timbulnya konflik sosial yang dapat mengancam integrasi negara-bangsa. Maka perlu dicari solusi yang tepat untuk mengelola kemultikulturan bangsa Indonesia. Dalam mengelola kemultikulturan cara pandang kita harus dirubah yaitu menjaga kemultikulturan tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat tetapi tanggung jawab seluruh warga negara Indonesia termasuk masyarakat pedesaan. Desa merupakan representasi dari kemultikulturan Indonesia. Misalnya kemultikulturan yang ada di Desa Patoman.  Desa Patoman merupakan desa dengan tingkat kemultikulturan yang tinggi. Mulai dari agama Islam dengan jumlah 82.3%, Hindu mencapai 17.3%, Kristen sebanyak 8 jiwa, Buddha 7 Jiwa dan kepercayaan khususnya kejawen. Dilihat dari etnik seperti Madura, Jawa, Bali, dan Osing. Dalam artikel ini mencoba untuk menganalisis nilai-nilai kemultikultural yang ada di desa Patoman dan bagaimana mengelola kemultikulturan tersebut sehingga menghasilkan keharmonisan baik antar maupun inter agama, suku, etnik, dan budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriftif Kualitatif dengan langkah-langkahnya yaitu: 1) Penentuan lokasi penelitian; 2) Waktu Penelitian; 3) bentuk dan strategi yang digunakan Analitik Deskriptif kualitatif; 4) Teknik pengambilan data berupa wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi dokumen; 5) Validasi data dengan menggunakan triannggulasi data, peneliti, teori, dan metodelogis; 6) Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam kemultikulturan masyarakat Desa Patoman meliputi: Nilai Social, Simpati, Toleransi dan Empati, Religious, Nasionalisme, Gotong Royong, Demokrasi, Bersahabat/komunikatif, kecintaan terhadap lingkungan, cinta damai, dan peduli sosial. Dalam mengelola kemultikulturan yang ada di Desa Patoman dilakukan melalui beberapa cara, yaitu Dialog dan Kerjasama antarumat Beragama, Meyakini Agama Sendiri dan Menghargai Agama Orang Lain, Doa Bersama, Komunikasi Lintas Budaya, Toleransi, Simpati, dan Empati, Desa Kebangsaan, Forum Pembauran Kebangsaan, dan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama.DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um033v2i22019p164 
Article 24C Paragraph 1 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia: History and Critical Analysis of Disputes on the Authority of State Institutions Demas Brian Wicaksono
Britain International of Humanities and Social Sciences (BIoHS) Journal Vol 3 No 2 (2021): Britain International of Humanities and Social Sciences, June
Publisher : Britain International for Academic Research (BIAR) Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/biohs.v3i2.475

Abstract

In simple terms, the ratio legis can be interpreted as the reason why there is a provision in the law. Article 24C paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia determines the authority possessed by the Constitutional Court, paragraph (1) reads: The Constitutional Court has the authority to adjudicate at the first and final levels whose decisions are final to examine laws against the Constitution, decide disputes over authority a state institution whose authority is granted by the Constitution, decides on the dissolution of political parties, and decides on disputes regarding the results of general elections. The limiting provisions of Article 24C paragraph (1) seem to close the scope for expanding the Constitutional Court authority to decide disputes over the authority of independent state institutions. Meanwhile, this is a state requirement. This research uses a statutory approach with a descriptive analysis method. The conclusions obtained are: 1) it is not possible that a state institution that has supervisory authority has conflict with other legal institutions; 2) there are state institutions whose authorities are regulated by law and have the potential for authority disputes, but are resolved through the executive agency; 3) there is the authority of state institutions that have the potential for conflict of authority but there are no rules for resolving them.
PENGUJIAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYWARATAN RAKYAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Demas Brian Wicaksono
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 1, No 2 (2018): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.778 KB) | DOI: 10.33474/yur.v1i2.960

Abstract

Indonesia sebagai Negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum dengan mengatur norma hukum dalam tataran hierarki, tertulis juga dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-Undangan, maka hierarki menjadi asas penting dalam sistem peraturan perundang-undangan. Dan dalam proses pembentukan perundang-undangan peraturan yang mengaturpun juga berubah ubah, mulai dari Tap MPR Nomor XX/ MPRS /1966 hingga undang-undang saat ini. Tetapi dalam kedudukan Ketetapan MPR (TAP MPR) mengalami ketidak pastian hukum dalam hierarki dan kekosongan hukum dalam pengujiannya terhadap peraturan di atasnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Maka perlu adanya formulasi kedudukan TAP MPR dalam hierarki dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Lembaga apa yang dapat Menguji TAP MPR.Kunci : Formulasi, Hierarki, TAP MPR, Uji Materi
UNSUR DEMOKRASI PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASAR MENURUT UUD NRI 1945 Demas Brian Wicaksono
JPPKn Vol 1 No 1 (2016)
Publisher : PPKn Universitas PGRI Banyuwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam UUD NRI Tahun 1945 tidak mengatur apakah kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD.Namun Pasal 18 Ayat (4) menegaskan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Akan tetapi di dalam Pasal 56 Ayat (1) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis melalui pemilihan Umum kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.Makna demokratis tersebut dapat mengalami multitafsir/penafsiran ganda, dimana makna demokratis dalam pemilihan kepala daerah dapat diartikan dengan cara pemilihan langsung oleh rakyat sebagai wujud kedaulatan di tangan rakyat karena rakyat berhak menentukan pilihanya atas dasar kedaulatan tersebut. Dan dapat pula diartikan dengan mekanisme pemilihan secara keterwakilan melalui permusyawaratan DPRD sebagai lembaga negara yang dipilih langsung oleh rakyat untuk mewakili aspirasi/suara rakyat sebagai wujud demokrasi pada jalannya pemerintahan, sebagaimana dikatakan dalam pembukaan (preambule) UUD NRI 1945 bagian kalimat dari alenia ke 4 menyatakan: “ Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Potensi, Implikasi dan Penyelesaian Sengketa Kewenangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Kepolisian Republik Indonesia Wicaksono, Demas Brian
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 8 No 1 (2025): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v8i1.21873

Abstract

The National Human Rights Commission and the Indonesian National Police have the same authority as investigators. In this case, of course, there must be a clear division of powers, considering that the position of the National Human Rights Commission is fragile to exercise its authority because it has yet to be regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This research aims to discover the potential, implications and ways of resolving authority disputes at the National Human Rights Commission and the Indonesian National Police. This research is normative juridical research, using statutory, conceptual and theory approaches. The potential and implications of authority disputes can occur because it is not expressly regulated regarding the authority to investigate between the National Commission on Human Rights and the Indonesian National Police, and the settlement effort has not been established as a formal mechanism with a legal basis.
Fenomena Maraknya Kembali Menyanyikan Lagu Indonesia Raya 3 Stanza Yoga Wisnu Abdilah; Sahru Romadloni; Demas Brian Wicaksono
JURNAL PUSPAKA Vol 1 No 1 (2024): Jurnal Pusat Studi Pancasila dan Kebijakan
Publisher : Pusat Studi Pancasila dan Kebijakan Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62734/jurnalpuspaka.v1i1.303

Abstract

Penelitian ini menganalisis fenomena maraknya kembali menyanyikan lagu Indonesia Raya versi tiga stanza di masa kini, yang menggambarkan upaya revitalisasi nilai-nilai kebangsaan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi literatur untuk mengeksplorasi tiga aspek utama: sejarah dan makna lagu Indonesia Raya tiga stanza, proses transisi dari tiga stanza menjadi satu stanza, serta alasan di balik munculnya kembali fenomena tiga stanza. Data diperoleh melalui kajian dokumen sejarah, biografi Wage Rudolf Supratman, publikasi akademik, artikel berita, dan informasi media terkait respons masyarakat terhadap fenomena ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transisi ke satu stanza dipengaruhi oleh faktor kebijakan, efisiensi waktu, dan dinamika sosial-politik, sementara kebangkitan versi tiga stanza saat ini didorong oleh peran pemerintah, media sosial, dan kebutuhan memperkuat nasionalisme. Penelitian ini memberikan pandangan mendalam mengenai makna simbol kebangsaan dalam konteks historis dan modern.
Potensi Sengketa Kewenangan Pengawasan OJK dengan BI dan LPS: Potential Dispute Over OJK Supervisory Authority with BI and LPS Wicaksono, Demas Brian
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 13 No. 2 (2024): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v13i2.283

Abstract

Munculnya UU No. 21 Tahun 2011 yang membentuk lembaga negara OJK diberikan kewenangan khusus untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga perbankan, lembaga pembiayaan, lembaga asuransi dan keuangan lainya, yang sebelumnya pengawasan terhadap lembaga perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia. Terkait pengawasan terhadap kondisi kesehatan perbankan untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu bank tersebut menurut Pasal 7 UU No. 21 Tahun 2011 dimiliki oleh OJK, sedangkan Pasal 40 menyatakan Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih pada OJK. Meskipun dalam melakukan kegiatan pemeriksaan tersebut, Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. Namun apabila kemudian atas hasil pemeriksaan yang dilakukan Bank Indonesia juga telah dilaporkan hasilnya kepada OJK, kemudian ditemukan hal yang menurut Bank Indonesia terdapat persoalan terkait likuiditas yang menunjukkan indikasi bank gagal pada bank tersebut dan menunjukkan kondisi bank tersebut dalam kondisi tidak sehat dan dapat membahayakan keberlangsungan bank itu sendiri. Namun apabila pihak OJK berpendapat berbeda dengan bank Indonesia bahwa OJK menyatakan suatu bank tersebut dalam kondisi memang tidak sehat namun belum menuju indikasi bank gagal, maka potensi sengketa dapat saja terjadi antara bank Indonesia dengan OJK karena perbedaan pendapat atas suatu kondisi kesehatan bank. Dari persoalan tersebut dapat ditemukan potensi perbedaan pendapat karena adanya kemiripan kewenangan antara OJK dan Bank Indonesia yang juga sangat berpotensi mengalami sengketa kewenangan terkait penilaian kesehatan terhadap suatu Bank di Indonesia. Kata Kunci: potensi sengketa; kewenangan pengawasan; hukum keuangan.
Rekonstruksi Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kolusi Dan Nepotisme Berdasarkan UU KKN Hakim Said, Balarama Sakti; Wicaksono, Demas Brian; Soetijono, Irwan Kurniawan
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 3 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i3.1583

Abstract

Kolusi dan nepotisme merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang memiliki dampak sistemik terhadap integritas birokrasi dan kepercayaan publik. Meskipun Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 telah mengatur sanksi pidana dalam Pasal 21 dan 22, implementasinya belum efektif karena ketiadaan lembaga penegak hukum khusus, tidak adanya yurisprudensi, dan belum tersedianya standar pembuktian yang jelas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan kedua pasal tersebut serta menawarkan model rekonstruksi sistem pemidanaan yang lebih aplikatif. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dianalisis secara kualitatif dan deduktif melalui pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan Pasal 21 dan 22 masih bersifat simbolis akibat kekosongan kelembagaan dan ketidakpastian norma. Implikasinya, diperlukan reformasi kelembagaan melalui pembentukan otoritas penegak khusus, harmonisasi peraturan dengan UU Tipikor dan UU ASN, serta penyusunan pedoman pembuktian agar norma hukum tidak sekadar menjadi teks normatif, tetapi juga dapat dioperasionalkan dalam sistem peradilan pidana
Doxing Actions in Personal Data Protection Salsabila, Arsha Chaizahra Putri; Wicaksono, Demas Brian; Seotijono, Irwan Kurniawan
Bacarita Law Journal Vol 6 No 1 (2025): August (2025) BACARITA Law Journal
Publisher : Programs Study Outside the Main Campus in Law Pattimura University ARU Islands Regency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/bacarita.v6i1.19305

Abstract

With the rapid development of information technology, various types of cybercrimes have emerged, one of which is doxing. Doxing refers to the act of collecting and disseminating someone’s personal information without consent, with the intent to harm, embarrass, or intimidate the victim. This research aims to analyze the effectiveness of the PDP Law in addressing doxing in Indonesia. While the law Number 27 of 2022 on Personal Data Protection (PDP Law) can be applied to prosecute doxing perpetrators, Indonesia currently lacks explicit legislation specifically regulating this act. This study uses a normative juridical method with a statutory and case study approach. The results show that, compared to the previous Electronic Information and Transactions Law (ITE Law), the PDP Law provides stronger legal protection against doxing. Articles 65 and 67 of the PDP Law impose criminal sanctions for those who intentionally access, collect, or distribute personal data without legal authority. For example, the case of Febriansyah Puji Handoko in 2020 illustrates that if the case had occurred after the enactment of the PDP Law. Therefore, the PDP Law is considered relatively effective in providing legal protection for doxing victims. However, its implementation still faces challenges, such as the suboptimal function of the data protection authority and low levels of digital literacy in society.