Artikel ini mengkaji tentang persaingan antara dua kekuatan politik (Gowa-Tallo dan Bone) yang melahirkan persekutuan dan perseteruan di Sulawesi Selatan pada abad ke-17. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan adalah sumber lokal dan sumber asing untuk menjawab fokus kajian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa arus balik kekuasaan di Sulawesi Selatan dipicu oleh persekutuan dan perseteruan antara kerajaan-kerajaan di Makassar dan Bugis, serta diperparah oleh keterlibatan Belanda yang mengakibatkan terjadinya perang Makassar (1666-1669). Perang ini menjadi titik balik kekuasaan di Sulawesi Selatan, yang mengakhiri supremasi politik Makassar dan bangkitnya kekuatan baru di bawah Kerajaan Bone pimpinan Arung Palakka. Selain mengungsian penduduk secara besar-besaran ke luar Sulawesi Selatan, dampak persaingan itu masih eksis sampai sekarang, ketika akhir tahun perang itu (1669) dijadikan tonggak hari jadi Sulawesi Selatan. Cara ini kurang tepat sebagai acuan momen kebangkitan kelompok tertentu dan kehancuran kelompok lain, sehingga perlu ditinjau kembali agar tidak mengekalkan primordialisme dalam sejarah Sulawesi Selatan.
Copyrights © 2023