Perubahan iklim global telah memunculkan perpindahan musiman akibat degradasi lingkungan yang belum terlindungi secara hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelemahan Konvensi Pengungsi 1951 dan urgensi pembentukan kerangka hukum baru dalam melindungi pengungsi musiman. Pendekatan hukum normatif digunakan dengan menganalisis instrumen hukum internasional dan nasional seperti Konvensi 1951, Protokol 1967, putusan Teitiota v. New Zealand, dan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa definisi pengungsi saat ini masih terbatas pada penganiayaan, sehingga pengungsi musiman berada dalam kekosongan hukum tanpa jaminan status, perlindungan sementara, dan prinsip non-refoulement. Di Indonesia, belum tersedia regulasi yang secara khusus mengatur perlindungan bagi pengungsi akibat perubahan iklim, padahal negara ini berpotensi menjadi tujuan maupun transit. Penelitian ini merekomendasikan reformulasi kerangka hukum yang inklusif dan adaptif di tingkat internasional dan nasional untuk menjamin perlindungan hukum, mencegah krisis kemanusiaan, dan menjaga stabilitas keamanan negara.
Copyrights © 2025