Fenomena krisis makna hidup di kalangan santri milenial menjadi tantangan baru dalam pendidikan pesantren. Di tengah rutinitas spiritual yang padat, sebagian santri justru mengalami kehampaan batin, kebingungan arah hidup, dan tekanan eksistensial yang tidak mudah diatasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman santri dalam menghadapi krisis makna hidup serta bagaimana keterlibatan mereka dalam kegiatan spiritual di pesantren berperan dalam membentuk makna tersebut. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, khususnya model Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri mengalami krisis makna dalam bentuk kegelisahan spiritual, tekanan sosial, dan ketegangan identitas. Namun, melalui praktik dzikir, muhasabah, dan relasi dalam komunitas pesantren, sebagian santri berhasil mentransformasi krisis tersebut menjadi proses pencarian makna yang reflektif dan personal. Kegiatan spiritual tidak hanya menjadi ritual, tetapi juga ruang pemulihan psikologis dan rekonstruksi eksistensial. Penelitian ini menegaskan pentingnya pendekatan spiritual dan humanistik dalam pendidikan karakter di lingkungan pesantren yang lebih responsif terhadap dinamika batin generasi milenial.
Copyrights © 2025