Penelitian bertujuan menganalisis implementasi transparansi dalam pelayanan publik untuk penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dan Kartu Keluarga (KK) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Nunukan, sebuah wilayah perbatasan Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Validitas data dipastikan melalui triangulasi sumber dan metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transparansi telah diimplementasikan namun masih belum optimal. Meskipun layanan secara resmi tidak dipungut biaya, transparansi tergerus oleh ketidakpastian operasional, termasuk tantangan sistemik seperti kelangkaan blangko, konektivitas jaringan yang tidak stabil, kesenjangan kapasitas sumber daya manusia, dan sosialisasi publik yang tidak memadai. Isu-isu ini tidak hanya terjadi di Nunukan tetapi mencerminkan tantangan nasional dalam penyampaian layanan digital. Kontribusi utama penelitian ini adalah menunjukkan adanya ketegangan antara kebijakan transformasi digital yang terpusat dengan realitas penyampaian layanan di lapangan pada daerah-daerah pinggiran. Studi ini mengusulkan model tata kelola hibrida yang lebih adaptif, yang menyeimbangkan eksplorasi digital dengan eksploitasi metode pelayanan konvensional yang telah terbukti untuk memastikan pelayanan publik yang inklusif dan efektif. This study analyzes the implementation of transparency in public services for the issuance of Electronic Identity Cards (KTP-el) and Family Cards (KK) at the Department of Population and Civil Registry (Disdukcapil) in Nunukan Regency, a border region of Indonesia. This research employs a qualitative case study approach, utilizing data collection techniques such as observation, in-depth interviews, and documentation. Data validity was ensured through source and method triangulation. The findings indicate that transparency is implemented but remains suboptimal. While services are officially free of charge, transparency is undermined by operational uncertainties, including systemic challenges like blanko shortages, unstable network connectivity, gaps in human resource capacity, and insufficient public socialization. These issues are not unique to Nunukan but reflect national challenges in digital service delivery. This study's primary contribution is demonstrating the tension between centralized digital transformation policies and the on-the-ground realities of service delivery in peripheral regions. It argues for a more adaptive, hybrid governance model that balances digital exploration with the exploitation of proven conventional service methods to ensure inclusive and effective public services.
Copyrights © 2025