Artikel ini mengkaji pendirian dinas penyelaman angkatan laut TNI-AL yang terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari Konferensi Meja Bundar (KMB) dari pendekatan teknosains pasca-kolonial. KMB sebagai peristiwa transisi politik telah menciptakan sebuah ruang negosiasi antara Belanda dengan Republik Indonesia Serikat dalam menentukan pembangunan republik yang baru mendapatkan pengakuan secara lebih luas. Salah satu bentuk negosiasi tersebut adalah pemberian izin bagi angkatan laut Kerajaan Belanda untuk melaksanakan program asistensi kepada angkatan laut Republik Indonesia Serikat, salah satunya dalam pendampingan pembentukan dinas penyelam. Program asistensi ini kemudian terbentuk menjadi sebuah konteks di mana dialog pasca-kolonial terkait pemanfaatan teknologi, dalam hal ini teknologi penyelaman militer. Dengan mengakses sumber-sumber primer yang diproduksi oleh tim pendampingan KM yang bertugas di Indonesia pada tahun 1950-1954, artikel ini menunjukkan bahwa proses pengenalan teknologi penyelaman militer oleh KM diwarnai oleh negosiasi dan kontestasi yang berkenaan dengan upaya-upaya mendefinisikan bagaimana teknologi seharusnya digunakan dalam konteks pasca-kolonial hingga kedaulatan di wilayah yang tidak dihuni oleh manusia yaitu dunia bawah air.
Copyrights © 2025