Pernikahan yang dilakukan oleh individu yang masih tergolong muda, biasanya sebelum mencapai usia 20 tahun, digolongkan sebagai pernikahan dini. Data menunjukkan bahwa 25% dari populasi menikah sebelum mencapai usia 20 tahun. Beberapa faktor yang menjadi penyebab pernikahan di usia yang belum tepat termasuk aspek ekonomi, sosial budaya, serta kehamilan di luar nikah. Remaja yang terlibat dalam pernikahan dini seringkali kehilangan peluang untuk mendapatkan pendidikan formal, yang penting untuk kemajuan setelah melahirkan, terutama karena bertambahnya tanggung jawab dalam rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana pemahaman remaja mengenai risiko pernikahan di usia dini. Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan desain deskriptif, melibatkan populasi sebanyak 371 responden dan menggunakan teknik Purposive Sampling dengan 80 responden sebagai sampel. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 16,5 tahun, dengan usia terendah 15 tahun dan usia tertinggi 17 tahun. Dari segi jenis kelamin, mayoritas responden adalah perempuan. Seorang siswa yang mengajukan pertanyaan tersebut menyatakan bahwa pelajar yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas memiliki peluang kerja yang sangat minim, sehingga mereka hanya akan tinggal di desa dan bekerja sebagai petani, seperti orang tua mereka di kampung. Banyak siswa laki-laki yang merantau, namun jumlah siswa perempuan yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan sangat sedikit. Situasi ini mendorong orang tua untuk mendesak putri mereka agar menikah, bahkan ada yang dijodohkan agar segera melangsungkan pernikahan. Peserta yang terlibat dalam program edukasi yang diberikan tersebut mengalami peningkatan dalam pengetahuan dan pemahaman mengenai pencegahan pernikahan di usia muda serta konsekuensi negatifnya terhadap Kesehatan reproduksi sehingga mereka dapat menjauh dari pernikahan dini. Kata kunci: edukasi, pernikahan dini, dampak, kesehatan reproduksi
Copyrights © 2025