Kepemimpinan desa di Indonesia sering direduksi sebagai perpanjangan birokrasi, berfokus pada administrasi dan penyerapan dana, sehingga partisipasi warga cenderung formalistik dan inovasi sosial terpinggirkan. Artikel ini bertujuan membangun tipologi enam peran kepemimpinan reflektifdinamisator, fasilitator, motivator, inovator, pelopor, dan stabilisator serta menganalisis keterhubungannya dengan fungsi AGIL Parsons dan dinamika modal sosial. Penelitian menggunakan pendekatan autoetnografi reflektif, bersumber dari pengalaman penulis sebagai Kepala Kampung Labanan Makmur (2017–2023), didukung catatan harian, arsip musyawarah, dokumentasi program, serta diskusi informal dengan warga. Data dianalisis melalui coding tematik yang dipandu kerangka AGIL, modal sosial Putnam, dan pedagogi kritis Freire. Temuan menunjukkan bahwa intervensi kecil namun konsisten-seperti makan siang bersama di kantor desa, pembangunan tenda serbaguna, pelatihan drone, kebijakan bebas retribusi pasca kebakaran, hingga dialog informal saat distribusi bantuan-berhasil mengubah relasi birokratis yang kaku menjadi ekosistem sosial yang partisipatif dan inovatif. Enam peran kepemimpinan reflektif terpetakan ke fungsi AGIL: Adaptation melalui fasilitasi dan inovasi, Goal Attainment melalui kebijakan afirmatif dan peloporan, Integration melalui interaksi informal, dan Latency melalui pemeliharaan norma gotong royong serta pengelolaan konflik. Kepemimpinan reflektif memungkinkan transformasi sosial dari bawah dengan membangun kepercayaan, ruang partisipatif, dan inovasi berbasis komunitas. Tipologi ini menawarkan kerangka analitis dan model praktis yang dapat direplikasi lintas konteks untuk memperkuat tata kelola desa.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025