Tradisi ruwat dalam budaya Jawa bukan hanya berlaku bagi individu atau komunitas kecil, tetapi juga dapat dimaknai sebagai upaya pembersihan secara kolektif, termasuk dalam konteks negara yang kemudian dikenal sebagai ruwatan massal. Sebuah karya bertajuk Ruwat ditulis oleh Katarina Retno di tahun 2024 memunculkan tradisi ruwat dalam kisah pergolakan sosial politik Indonesia di tahun 1998. Karya tersebut memberikan gambaran mengenai seruan untuk melakukan ruwatan pada negara, dengan harapan negara dapat kembali “suci”. Untuk itu penelitian ini disusun untuk menganalisis tradisi ruwatan yang dikonstruksikan dalam teks sastra dan menganalisis perkembangan makna mengenai tradisi tersebut dalam ranah kritik sosial. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Penelitian ini menelaah teks Ruwat dan relevansinya dengan struktur sosial masyarakat Jawa yang dipadu dengan penggunaan pendekatan konstruksi sosial Berger dan Luckmann. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, ruwatan dalam Ruwat tidak hanya merepresentasikan ritual adat, tetapi juga menjadi strategi simbolik yang menggugah kesadaran kolektif terhadap ketimpangan struktural. Kedua, ruwatan yang dalam budaya Jawa berfungsi sebagai ritual penyucian dari sukerta dan kesialan, dalam Ruwat justru mengalami pergeseran makna menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, khususnya dalam konteks tragedi 1998. Simpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa kebudayaan bersifat dinamis dan dapat digunakan sebagai alat untuk menyuarakan kritik serta mendorong transformasi sosial dalam masyarakat.
Copyrights © 2025