Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

ARENA PENARI GANDRUNG SEWU DI BANYUWANGI (PERSPEKTIF BOURDIUE) Riswari, Aninditya Ardhana
HUMANIKA Vol 28, No 2 (2021): December
Publisher : Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/humanika.v28i2.40604

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis arena penari Gandrung Sewu di Banyuwangi melalui perspektif praktik sosial Bourdieu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif melalui pendekatan fenomenologi, di mana peneliti terjun langsung ke lapangan guna melalui proses pengamatan dan wawancara secara mendalam terhadap informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gandrung Sewu muncul sebagai pembaruan atas kesenian Gandrung dengan sisi yang berbeda. Gelaran ini menawarkan arena baru yang tidak sama dengan Gandrung, yakni arena untuk menunjukkan kualitas dan kemampuan diri. Kondisi tersebut tentu tidak jauh dari karakter khas mereka sebagai masyarakat Using yang selalu ingin dilihat dan terlihat, sehingga upaya atas kompetisi justru berusaha dikuasai. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa arena penari Gandrung Sewu yang dihadirkan oleh gelaran tersebut telah menjadi wadah mobilitas kelas sosial bagi masyarakat guna mendapat pengakuan di lingkungan tempatnya hidup dan berkembang.
Produksi Ruang pada Makam Kembang Kuning sebagai Tempat Lokalisasi Waria Surabaya Riswari, Aninditya Ardhana; Albhar, Yuanita; Triana, Dina Rizki; Adabbiyah, Nadiyatul; Lestari, Suci Dwi
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 10, No 1 (2024): Juli
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/antro.v10i1.50902

Abstract

Sebuah wilayah bernama Kembang Kuning di Surabaya mulanya dikenal sebagai daerah sakral karena di dalamnya terdapat Masjid dan Pondok Pesantren yang dibangun oleh Sunan Ampel. Di sisi lain, Kembang Kuning turut dikenal sebagai wilayah pemakaman bagi pemeluk agama Kristen dan Katolik. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat anggapan “negatif” ketika menyebut nama Kembang Kuning, yang kini disebut sebagai salah satu tempat prostitusi bagi kalangan waria. Untuk itu, penelitian ini disusun dengan tujuan menganalisis produksi ruang pada makam Kembang Kuning sebagai tempat lokalisasi waria Surabaya. Metode penelitian yang digunakan ialah kualitatif yang dibarengi dengan penggunaan teori ruang atau space yang disampaikan oleh Lefebvre. Peneliti turut melakukan wawancara dengan waria dan masyarakat sekitar Kembang Kuning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran Kembang Kuning sebagai sebuah wilayah telah menghasilkan “ruang” baru yang berbeda. Artinya, terjadi pergeseran makna akibat proses produksi-reproduksi, di mana sebelumnya Kembang Kuning dianggap sebagai wilayah sakral, tetapi kini dikenal sebagai daerah kumuh dan tempat prostitusi. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa representasi ruang atas Kembang Kuning telah berbeda dari masa ke masa. Tentu hal ini dilandasi oleh realita kemasyarakatan dan gejala sosial yang timbul, yang turut membentuk wilayah tersebut sebagai sebuah ruang yang tidak hampa hingga mewujudkan pemaknaan baru yang tidak sama. An area called Kembang Kuning in Surabaya was originally known as a sacred area because it contained a mosque and Islamic boarding school built by Sunan Ampel. Kembang Kuning is also known as a burial area for Christians and Catholics. However, as time went by, there was a "negative" perception of the area, which is now said to be a place of prostitution for transgender people. This research was prepared with the aim of analyzing the production of space at the Kembang Kuning tomb as a place for the localization of transgender women in Surabaya. The research method used is qualitative combined with the use of space theory presented by Lefebvre. Researchers also conducted interviews with shemale and the community around Kembang Kuning. The research results show that the presence of Kembang Kuning as an area has produced a new "space" related to the shift in meaning due to the production-reproduction process, where previously Kembang Kuning, which was known as a sacred area, is now referred to as a slum area and place of prostitution. Therefore, it can be concluded that the spatial representation of Kembang Kuning has been different from time to time. Of course, this is based on social realities and emerging social phenomena, which help shape the region as a space that is not empty and creates new, different meaningKeywords: kembang kuning, funerals, prostitution, shemale.
Positive Deviance Behavior Towards Stunting Prevention in Gunung Maddah Sampang Village Dewi, Septishiya Tri Charisma; Rachmayanti, Riris; Riswari, Aninditya Ardhana; Diana, Rian; Khomsan, Ali; Riyadi, Hadi
Al-Sihah : The Public Health Science Journal Volume 16, Nomor 1, January-June 2024
Publisher : Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-sihah.v16i1.40606

Abstract

The high prevalence of stunting is a major nutritional problem that must be resolved because it is a threat to the future of Indonesian children. One of the efforts to prevent stunting needs to be done by searching for solutions that can be practiced by the general public by applying positive deviance to improve behavior in fulfilling nutritional content in pregnant women and children. The purpose of this research is to identify and study positive deviance behavior to prevent stunting. The research method used is the qualitative method. The research was conducted for 28 months (February 2020-June 2022) in Gunung Maddah Village, Sampang Regency, Madura Island, East Java, Indonesia. Data collection techniques included the results of Focus Group Discussions (FGDs), in-depth interviews, and observations obtained from 55 informants including mothers of toddlers, parents/parents-in-law, community members, cadres, and health workers. Data analysis techniques included content analysis consisting of data preparation, data editing, and data cleaning. The results showed that positive deviance behavior to prevent stunting in Gunung Maddah Sampang Village included the consumption of milk by pregnant women, the provision of milk to children (breast milk and/or cow's milk), mothers' efforts to overcome eating difficulties, limiting and regulating children's snacking habits, and the consumption of rice with vegetables and side dishes.
REPRESENTASI ROMANTISME DALAM LIRIK LAGU JATUH SUKA KARYA TULUS: KAJIAN SEMIOTIKA PEIRCE Riswari, Aninditya Ardhana
Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan Vol. 2 No. 3 (2023): Desember : Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan
Publisher : Asosiasi Dosen Muda Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56127/jushpen.v2i3.1115

Abstract

Lirik lagu Jatuh Suka yang ditulis oleh Tulus secara sederhana menggambarkan rasa suka seseorang terhadap orang lain, yang disajikan dengan mengikuti kaidah kebahasaan yang baik. Setiap kata yang muncul dalam Jatuh Suka menyiratkan simbol atas sesuatu yang menjadikan lagu ini memiliki keunikan. Untuk itu penelitian ini disusun dengan tujuan menganalisis representasi romantisme dalam lirik lagu Jatuh Suka karya Tulus melalui kajian semiotika Peirce. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yang dibarengi dengan menggunakan teori semiotika Pierce. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wujud romantisme yang hadir pada lirik lagu Jatuh Suka, pertama, muncul pada penggalan kata, “beginikah surga?” yang memberikan isyarat bahwa seseorang yang disukai adalah representasi dari surga, yakni sebuah tempat yang damai dan indah. Kedua, wujud romantisme muncul pada penggalan, “Ini semua bukan salahmu punya magis perekat yang sekuat itu,” di mana dalam konteks romantisme upaya mencintai seseorang adalah sesuatu yang bersifat abu-abu. Artinya, tidak ada sesuatu yang dirasa benar atau salah. Ketiga, penggalan kata, “maafkan, aku jatuh suka,” menjadi simbol atas representasi romantisme tertinggi yakni rasa ikhlas, di mana penulis menyiratkan rasa rendah hati atas perasaan yang tengah dialami. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa lagu Jatuh Suka muncul menjadi antitesis dari sebuah tulisan bergenre asmara yang berhasil “mematahkan” bahwa lagu cinta tidak melulu menyampaikan perasaan secara “terbuka” atau gambling, karena Jatuh Suka justru muncul menjadi tulisan atas menyukai seseorang dalam tatanan yang pas, sederhana, cukup, rendah hati, dan sadar diri.
Eksistensi Duta Wisata Banyuwangi (Jebeng-Thulik) dalam Kajian Budaya Riswari, Aninditya Ardhana
Sosial Budaya Vol 19, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/sb.v19i2.18567

Abstract

Kehadiran Duta Wisata atau Duta Daerah diketahui memiliki berbagai keuntungan bagi dunia pariwisata di Indonesia. Terlebih, banyak kabupaten atau kota yang memanfaatkan Duta Wisata atau Duta Daerah sebagai ‘wajah’ baru guna mempromosikan berbagai pengembangan yang ada di daerahnya. Salah satunya seperti Kabupaten Banyuwangi yang memiliki Jebeng Thulik sebagai Duta Daerah, yang dipilih melalui proses kontestasi yang sangat unik dan ketat. Untuk itu penelitian ini disusun untuk menganalisis eksistensi Duta Wisata Banyuwangi (Jebeng-Thulik) melalui kajian budaya. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan budaya, di mana peneliti melakukan proses observasi terhadap kegiatan Jebeng Thulik sebagai sebuah peristiwa budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, keberadaan Jebeng Thulik Banyuwangi telah dikukuhkan sebagai Duta Wisata Daerah sejak 1973 saat kepemimpinan Bupati Djoko Supaat Slamet. Bahkan kehadiran Jebeng Thulik masih terus eksis hingga saat ini, di mana konsep yang diusung berubah dari Duta Wisata menjadi Duta Daerah. Kedua, hingga saat ini keberadaan Jebeng Thulik dibawahi oleh sebuah komunitas bertajuk Perkumpulan Jebeng Thulik Banyuwangi yang mengusung konsep paguyuban, di mana mereka dipersatukan dengan bentuk organisasi yang guyub, rukun, dan gotong royong. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kehadiran Jebeng Thulik sebagai Duta Daerah muncul berkat kepedulian pemerintah setempat yang turut didukung oleh masyarakat, dan terus dikembangkan melalui sebuah komunitas bertajuk Perkumpulan Jebeng Thulik Banyuwangi.
Ruwat dalam Cerita Pendek Ruwat: “Pembersihan Negara” dan Konstruksi Sosial Masyarakat Jawa Riswari, Aninditya Ardhana; Sugiarto, Mellany Octa Salsabila
Jurnal Adat dan Budaya Indonesia Vol. 7 No. 2 (2025)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jabi.v7i2.96008

Abstract

Tradisi ruwat dalam budaya Jawa bukan hanya berlaku bagi individu atau komunitas kecil, tetapi juga dapat dimaknai sebagai upaya pembersihan secara kolektif, termasuk dalam konteks negara yang kemudian dikenal sebagai ruwatan massal. Sebuah karya bertajuk Ruwat ditulis oleh Katarina Retno di tahun 2024 memunculkan tradisi ruwat dalam kisah pergolakan sosial politik Indonesia di tahun 1998. Karya tersebut memberikan gambaran mengenai seruan untuk melakukan ruwatan pada negara, dengan harapan negara dapat kembali “suci”. Untuk itu penelitian ini disusun untuk menganalisis tradisi ruwatan yang dikonstruksikan dalam teks sastra dan menganalisis perkembangan makna mengenai tradisi tersebut dalam ranah kritik sosial. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Penelitian ini menelaah teks Ruwat dan relevansinya dengan struktur sosial masyarakat Jawa yang dipadu dengan penggunaan pendekatan konstruksi sosial Berger dan Luckmann. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, ruwatan dalam Ruwat tidak hanya merepresentasikan ritual adat, tetapi juga menjadi strategi simbolik yang menggugah kesadaran kolektif terhadap ketimpangan struktural. Kedua, ruwatan yang dalam budaya Jawa berfungsi sebagai ritual penyucian dari sukerta dan kesialan, dalam Ruwat justru mengalami pergeseran makna menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, khususnya dalam konteks tragedi 1998. Simpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa kebudayaan bersifat dinamis dan dapat digunakan sebagai alat untuk menyuarakan kritik serta mendorong transformasi sosial dalam masyarakat.
Makanan, Ingatan, dan Identitas: Kajian Kuliner Pecel dalam Novel Rahasia Salinem Riswari, Aninditya Ardhana; Pamuji, Yanuar Ikhsan; Apriliyanto, Galih; Putra, Febrian; Wiwana, I Putu Adi Putra
Prosodi Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Vol 19, No 2: (2025): prosodi
Publisher : Program Studi Bahasa Inggris Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/prosodi.v19i2.29949

Abstract

Makanan dalam budaya Jawa tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan fisik, tetapi juga sebagai sarana pewarisan nilai dan identitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi pecel sebagai simbol ingatan dan identitas budaya Jawa dalam novel Rahasia Salinem karya Brilliant Yotenega dan Wisnu Suryaning Adji. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan kajian budaya, yang didukung oleh teori representasi Stuart Hall, konsep cultural memory Jan Assmann, teori gastronomy and identity Sidney Mintz, dan semiotika makanan. Data utama diperoleh dari analisis mendalam terhadap narasi dalam novel, dengan fokus pada deskripsi makanan dan nilai-nilai yang menyertainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pecel dalam novel tidak hanya hadir sebagai latar budaya, tetapi juga menjadi artefak kultural yang memuat memori kolektif, nilai spiritualitas, dan simbol identitas gender. Praktik kuliner yang diwariskan tokoh Salinem mencerminkan hubungan antara makanan, keluarga, dan pengalaman migrasi. Pecel menjadi medium komunikasi antargenerasi serta bentuk resistensi terhadap keterputusan budaya akibat modernitas. Melalui proses memasak dan penyajian, makanan dikonstruksikan sebagai simbol cinta, kesederhanaan, dan keberlanjutan tradisi Jawa. Dengan demikian, novel Rahasia Salinem memperlihatkan bahwa makanan tradisional juga berfungsi sebagai pusat makna dalam narasi sastra, sekaligus memperkuat posisi kuliner lokal sebagai mekanisme pelestarian budaya dan ekspresi identitas kolektif masyarakat Jawa.
The Effect of Social Support on Stress Levels of Health Workers During The COVID-19 Pandemic: A Literature Review Rachmayanti, Riris Diana; Bawazier, Kamila Fihir; Yasutome, Takako; Indawati, Rachmah; Riswari, Aninditya Ardhana; Ismayani, Ismayani; Ramani, Andrei; Yulianti, Anysiah Elly; Sari, Jayanti Dian Eka
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Volume 18 No.2 Agustus 2023
Publisher : Master Program of Health Promotion Faculty of Public Health Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpki.18.2.116-125

Abstract

Background: The COVID-19 pandemic has caused various changes in the social dynamics of life. Almost all age groups in various countries are forced to adopt new habits that have the potential to interfere with mental health. Providing social support can be useful for reducing the stress level of health workers. Proper social support can overcome stress problems. The purpose of this study was to analyze the effect of social support on the stress level of health workers during the COVID-19 pandemic.Method: This is a literature review using population, intervention, comparison, results, research design, and keywords used according to the research topic. Keyword use Mesh term strategy with the term "social support" stress" "worker" "pandemic" and "COVID". Database sources are ScienceDirect, PubMed, Google Scholar, and SAGE. Searching strategy uses Prisma guidelines. The total article was 2,226 and the eligible article was 24 articles. The collected data were analyzed through a thematic review. The data analysis technique in this study was descriptive analysis.Results: The results of the study show that most health workers experience moderate levels of stress during the pandemic. The most influential sources of social support come from colleagues and partners. The form of social support that is often received and influences stress levels is emotional support. There is an effective effect of social support on the stress level of health workers during the pandemic. Therefore, it can be concluded that adaptation during COVID-19 has caused various changes in conditions and pressure for health workers