Makanan dalam budaya Jawa tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan fisik, tetapi juga sebagai sarana pewarisan nilai dan identitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi pecel sebagai simbol ingatan dan identitas budaya Jawa dalam novel Rahasia Salinem karya Brilliant Yotenega dan Wisnu Suryaning Adji. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan kajian budaya, yang didukung oleh teori representasi Stuart Hall, konsep cultural memory Jan Assmann, teori gastronomy and identity Sidney Mintz, dan semiotika makanan. Data utama diperoleh dari analisis mendalam terhadap narasi dalam novel, dengan fokus pada deskripsi makanan dan nilai-nilai yang menyertainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pecel dalam novel tidak hanya hadir sebagai latar budaya, tetapi juga menjadi artefak kultural yang memuat memori kolektif, nilai spiritualitas, dan simbol identitas gender. Praktik kuliner yang diwariskan tokoh Salinem mencerminkan hubungan antara makanan, keluarga, dan pengalaman migrasi. Pecel menjadi medium komunikasi antargenerasi serta bentuk resistensi terhadap keterputusan budaya akibat modernitas. Melalui proses memasak dan penyajian, makanan dikonstruksikan sebagai simbol cinta, kesederhanaan, dan keberlanjutan tradisi Jawa. Dengan demikian, novel Rahasia Salinem memperlihatkan bahwa makanan tradisional juga berfungsi sebagai pusat makna dalam narasi sastra, sekaligus memperkuat posisi kuliner lokal sebagai mekanisme pelestarian budaya dan ekspresi identitas kolektif masyarakat Jawa.
Copyrights © 2025