Kesenian didong merupakan sebuah kesenian yang mempergunakan kata-kata indah dari seluruh alam, yang didendangkan oleh sekelompok orang yang berjumlah 30 orang. Di dalam kesenian didong ada pribahasa dalam bahasa Gayo, ”tengkahe dekat konae gep” yaitu sebuah kata yang sebenarnya diganti dengan istilah lain, misalnya menyiksa diganti dengan menebang kayu. Didong jalu merupakan pertunjukan dua grup pada sebuah panggung yang dilaksanakan satu malam suntuk. Dua grup ini saling berbalas pantun dan melontarkan teka-teki tentang realitas kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat Gayo. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana makna peyoratif serta dalam bentuk bahasa apa saja makna peyoratif itu disampaikan dalam rekaman tersebut. Dalam penelitian ini memakai teori Semiotika Roland Barthes yaitu denotasi dan konotasi guna mengetahui dan menganalisis makna peyoratif dalam rekaman dan juga sebagai teori yang sesuai dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu pengamatan (observasi), dokumentasi serta menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian, bahwa makna peyoratif dalam rekaman penampilan kesenian didong jalu ini disampaikan secara jelas dan langsung sebagai bentuk ejekan (olok-olokan), dalam bentuk bahasa verbal dan non verbal oleh kedua grup didong jalu dengan menggunakan proses komunikasi sirkular dalam perspektif interaksi, dan tidak lagi sesuai dengan pepatah Gayo mengenai didong “tengkahe dekat konae gep”.
Copyrights © 2023