Putusan bebas dakwaan pada tingkat pertama yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya terhadap terdakwa Ronald Tannur dalam perkara tindak pidana kekerasan yang menyebabkan kematian berdampak terhadap respon masyarakat secara luas dengan polemik serta kritik yang bermunculan mempertanyakan perihal integritas hakim yang mengeluarkan putusan tersebut. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji relevansi prinsip etik terhadap dugaan adanya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Metode penelitian yang digunakan berupa yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasuistik, dan konseptual. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip mendasar dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim seperti independensi, integritas, dan imparsialitas dalam hal ini menjadi junjungan oleh hakim dalam memutus suatu perkara. Terhadap konteks putusan bebas Ronald Tannur, apakah hakim telah menginternalisasikan serta menerapkan prinsip tersebut secara konsisten dalam hal ini Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial telah memberikan putusan bersama menyangkut pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Adapun implikasi putusan bebas Ronnald Tannur ini tidak hanya berimbas kepada kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Kebaharuan (novelty) dalam penelitian ini terletak dalam analisis interseksional yang mengaitkan antara pelanggaran etik yudisial dan krisis legitimasi publik terhadap institusi peradilan.
Copyrights © 2025