Fenomena parade sound horeg telah menjadi tren sosial-budaya yang menjamur di berbagai daerah Indonesia, terutama di wilayah Jawa Timur. Di satu sisi, parade ini menjadi wadah ekspresi budaya dan penggerak ekonomi kreatif berbasis komunitas. Namun, praktiknya yang tidak terkendali telah memicu konflik sosial, gangguan kesehatan, dan pelanggaran hak-hak kelompok rentan. Kajian literatur ini bertujuan untuk menganalisis urgensi kebijakan inklusif dalam menangani konflik akibat tren sound horeg, dengan menelaah tiga aspek utama: kelemahan regulasi daerah, rendahnya kesadaran hukum masyarakat, dan pendekatan penyelesaian konflik yang terlalu formalistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa regulasi daerah kerap tidak dirancang secara partisipatif dan adaptif terhadap konteks lokal. Sosialisasi kebijakan tidak efektif, menciptakan kesenjangan pemahaman yang memicu resistensi. Pendekatan restoratif, seperti mediasi komunitas dan perlindungan afirmatif terhadap kelompok rentan, direkomendasikan sebagai strategi alternatif yang lebih berkeadilan. Studi ini menekankan pentingnya pergeseran paradigma kebijakan dari pendekatan represif menuju inklusif dan partisipatif, guna menjembatani ekspresi budaya dengan hak atas lingkungan yang aman dan sehat.
Copyrights © 2025