Penelitian ini menagalisa dan mengkaji apakah apakah aturan larangan kepemilikan tanah absentee masih relevan dengan konsidi situasi saat ini. hal ini bertujuan untuk menawarkan pembaharuan aturan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian normatif dan dibantu dengan data empiris dengan menggunakan pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dalam tulisan ini. dalam tulisan ini mengahasilkan hasil, pertama, bahwa ratio legis dari adanya larangan kepemilikan tanah absentee ialah agar tanah pertanian dapat dikerjakan dan dikelola secara berkelanjutan (aktif) oleh pemiliknya guna mendapatkan hasil yang maksimal hal ini sebagai bentuk perwujudan asas tanah pertanian harus dikerjakan seacara aktif oleh pemiliknya sebagaimana termuat dalam Pasal 10 UUPA. Perlu adanya langkah pengawasan dan langkah pencegaha berupa penolakan berkas yang akan didaftarkan hal ini dilakukan oleh kantor pertanahan kabupaten atau kota guna mencegah adanya praktik pendaftaran tanah absentee yang saat ini masih kerap terjadi. Kedua, relevansi mengenai larangan kepemilikan tanah absentee di Indonesia sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini dikarenakan kondisi peraturan perundang-unadang yang lahir enam puluh tahun yang lalu sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. Peraturan tentang larangan kepemilikan tanah absentee perlu adanya pembaharuan yang sebelumnya kepemilikan tanah pertanian hanya boleh tingkat kecamatan, diganti atau dicabut dengan adanya peraturan perundang-undangan yang baru sehingga kepemilikan tanah pertanian dapat dilonggarkan menjadi tingkat kabupaten atau kota sehingga peraturan perundang-undangan yang baru dapat beradaptasi dengan kondisi yang terus berkembang secara dinamis dan menyawab semua permasalahan yang timbul semakin kompleks.
Copyrights © 2025