Salah satu alasan yang mendasari putusnya pernikahan adalah gugat cerai yang disebabkan perginya atau menghilangnya suami tanpa keterangan yang jelas, yang menyebabkan tidak jelasnya status pernikahan dan sengsaranya istri yang ditinggalkan. Permasalahan yang akan dibahas mengenai Fiqih Munakahat dan Hukum Positif mengenai suami yang hilang atau mafqud, kemudian di komparasikan terhadap putusan perkara No. 2791/Pdt.G/2021/PA.Kng. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggabungkan dua jenis data, yakni data yang didapatkan dengan cara (field research) berupa wawancara dan dokumentasi di Pengadilan Agama Kuningan, juga dengan data kepustakaan (library research) berupa dokumen putusan atau penetapan hakim mengenai perkara gugat cerai ketika suaminya mafqud atau hilang. Data yang telah penulis dapatkan kemudian direduksi, disajikan, dan yang terakhir disimpulkan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-komparatif. Dalam proses penetapan permohonan perkara gugat cerai ketika suaminya mafqud atau hilang hakim menggunakan landasan hukum yang bersumber dari Al-quran, Hadits, dan pendapat para fuqoha, Pasal 19 huruf Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975, jo. Majelis, serta KHI pasal 116. Hakim menetapkan pertimbangan permohonan perkara gugat cerai ketika suaminya mafqud atau hilang berdasarkan syarat-syarat dan bukti-bukti yang telah ada saat persidangan seperti telah meninggalkan lebih dari dua tahun, serta sudah tidak adanya harapan untuk tetap mempertahankan rumah tangga. Bahwa dalam kasus perkara No. 2791/Pdt.G/2021/Pa.Kng telah sesuai dengan Fikih Munakahat dan Hukum Positif.
Copyrights © 2022