Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 tentang yudicial review Undang-Undang Administrasi Kependudukan, para penganut aliran kepercayaan telah dibolehkan untuk mencantumkan keyakinannya pada kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP elektronik). Penelitian ini bermula dari diskriminasi yang dirasakan penghayat kepercayaan sehingga sulit dalam menunjukkan eksistensinya. Pasca dikeluarkannya Putusan MK yang merupakan titik balik presensi para penghayat kepercayaan, kini pemeluk agama dan penganut kepercayaan dianggap setara, dengan catatan Penghayat Kepercayaan tetap harus dibedakan secara hak bernegara dan administratif. Meski telah dilegalkan secara administratif oleh Negara melalui peraturan perundang-undang, namun masih saja terdapat pembeda dalam pemenuhan hak sipil bagi kaum minoritas ini karena dianggap rentan terhadap stigma negatif masyarakat. Melalui penelitian pustaka (Library Research) penulis hendak menganalisa bagaimana bentuk pemenuhan hak sipil penghayat kerpercayaan pasca Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016 serta meninjau perbeedaan perlakuan yang dirasakan penghayat kepercayaan setelah dan sebelum dikeluarkannya putusan ini.
Copyrights © 2023