Abstrak Penelitian ini menganalisis wacana menstruasi dalam masyarakat dengan menggunakan perspektif Michel Foucault mengenai kekuasaan, wacana, dan pengetahuan. Melalui metode studi kasus, penelitian ini menelaah peran Biyung Indonesia dalam membangun wacana alternatif di tengah dominasi wacana arus utama. Wacana arus utama didominasi oleh norma sosial yang menstigmatisasi menstruasi sebagai hal tabu, sehingga membatasi percakapan terbuka dan melanggengkan praktik manajemen menstruasi yang mengabaikan hak kesehatan perempuan. Dominasi ini diperkuat oleh kebijakan negara dan kontrol industri yang cenderung mendorong penggunaan pembalut sekali pakai tanpa menyediakan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Sebagai respons, Biyung Indonesia mendorong keterbukaan, menyelenggarakan edukasi kesehatan menstruasi, dan mempromosikan pembalut kain sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan. Wacana menstruasi memiliki peran krusial dalam isu kesetaraan gender, hak atas kesehatan, dan keberlanjutan lingkungan, yang menjadikannya sebagai agenda penting dalam pembangunan sosial. Penelitian ini mengisi kesenjangan literatur dengan mengeksplorasi bagaimana Biyung Indonesia mendorong perubahan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan. Kata kunci: Advokasi Perempuan; Kemiskinan Menstruasi; Hak Kesehatan Menstruasi; Diskursus Abstract This study analyzes the discourse surrounding menstruation in society through the lens of Michel Foucault's theories on power, discourse, and knowledge. Using a case study method, the research explores how Biyung Indonesia constructs an alternative discourse to challenge the dominance of mainstream narratives. Mainstream discourse often stigmatizes menstruation as taboo, limiting open conversation and perpetuating practices that neglect women's health rights. This is reinforced by state policies and industry control, which tend to prioritize disposable pads while overlooking more sustainable alternatives. In response, Biyung Indonesia challenges this dominant narrative by advocating for open dialogue, promoting menstrual health education, and championing cloth pads as an environmentally friendly solution. The discourse on menstruation is crucial for advancing gender equality, health rights, and environmental sustainability, making it a vital issue in social development. This research fills a gap in the literature by examining how grassroots movements like Biyung Indonesia can foster policy changes that are more responsive to women’s needs. Keywords: Women's Advocacy; Period Poverty; Menstrual Health Rights; Discourse
Copyrights © 2025