Penelitian ini membahas proses perceraian atas perkawinan yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), yang dikenal sebagai nikah siri, dengan fokus pada praktik di Pengadilan Agama Kelas IA Ambon. Perkawinan siri secara agama sah karena memenuhi syarat dan rukun nikah, namun tidak memiliki kekuatan hukum negara karena tidak dicatatkan. Akibatnya, pasangan yang ingin bercerai menghadapi hambatan hukum, terutama karena tidak adanya akta nikah sebagai bukti perkawinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumen terhadap enam pasangan serta hakim Pengadilan Agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugatan cerai bagi perkawinan siri tetap diterima pengadilan, tetapi harus melalui proses isbat nikah terlebih dahulu agar perkawinan memperoleh legalitas hukum. Isbat nikah berfungsi untuk mengesahkan perkawinan yang sebelumnya tidak tercatat, sehingga dapat diproses perceraian sesuai ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Proses perceraian kemudian berjalan sebagaimana perceraian biasa, mencakup mediasi, pembacaan gugatan, jawab-menjawab, hingga putusan. Dampak hukum dari isbat nikah adalah pengakuan sah atas status anak, harta bersama, serta perlindungan administrasi hukum. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan pentingnya pencatatan perkawinan untuk memberikan kepastian hukum serta mempermudah penyelesaian perkara perceraian. Temuan ini juga memperlihatkan peran strategis Pengadilan Agama dalam menangani kasus nikah siri dan perceraian dengan tetap berlandaskan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
Copyrights © 2025